Industri pembiayaan ikut terdampak pandemi Covid-19 yang merebak di Tanah Air sejak awal 2020. Banyak debitur menunggak. Terutama pada awal pandemi, sekitar April hingga Juni.
“Data dari collection kami, cash flow yang masuk ke perusahaan terkoreksi. Namun, perusahaan berhasil bertahan,” ucap Kepala Cabang ACC Balikpapan A Leon Mensana Lauwoie.
Dengan melakukan restrukturisasi kepada debitur, Leon menyebut, debitur diberikan keuntungan soal waktu. Namun, soal biaya, meski diberikan kelonggaran angsuran, tetap harus membayar biaya administrasi, seperti bank. Angsuran debitur memang ditangguhkan, tapi nasabah tetap membayar bunga pinjaman. “Mirip-mirip seperti itu,” ungkapnya.
Pandemi juga memberikan dampak pada pengajuan kredit mobil. Khusus di ACC Balikpapan, Leon menyebut, biasanya sebelum pandemi, pihaknya mampu mengeluarkan kredit mobil hingga 100 unit per bulan. Kini merosot ke angka 70 unit per bulan.
“Biasa kami target Rp 20 miliar per bulan. Saat ini biasa di Rp 12-14 miliar per bulan,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Forum Komunikasi Daerah (FKD) Samarinda Iyan Ferdian menjelaskan, awal pandemi dirasa begitu berat bagi perusahaan pembiayaan. "Kalau awal pandemi bermasalah. Karena banyak perusahaan yang berkurang omzetnya dan UMKM banyak yang tutup, gulung tikar," kisah Iyan.
Beruntung sebulan atau dua bulan terakhir, dirasa Iyan, mulai perlahan membaik. Dia melihat, beberapa waktu terakhir banyak usaha yang bisa recovery. Dan daya beli masyarakat pun lumayan membaik.
Mengingat pada awal pandemi, Maret lalu, disebutnya penurunan pendapatan di sektor ini lebih dari 50 persen. Memang tidak hanya perusahaan leasing yang mengalami penurunan, banyak masyarakat yang juga berkurang drastis pendapatannya bahkan sampai dipecat dari pekerjaannya.
Imbasnya ketika mereka menjadi debitur atau memiliki cicilan di perusahaan pembiayaan, tak sedikit yang akhirnya berujung gagal bayar. Meski begitu, dijelaskan Iyan, pada pandemi Covid-19, pemerintah telah memberikan relaksasi pembayaran bagi mereka yang terdampak. "Untuk mobil yang gagal bayar kredit, pemerintah sudah memberikan relaksasi pembayaran," imbuhnya.
Iyan menjelaskan, dalam program ini, debitur tak diwajibkan membayar angsuran. Namun, bisa mengajukan program relaksasi. Debitur bisa mendapat kelonggaran. Misalnya dengan membayar bunga atau administrasi saja.
Untuk jangka waktu, bisa 3 bulan atau 6 bulan. Bergantung jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian dengan perusahaan. Juga sesuai kemampuan debitur. Sebab, pihak perusahaan pembiayaan cukup fleksibel.
Sementara itu, selama 2020 ada sekitar 20 persen debitur yang gagal bayar di Samarinda. Namun, pada dasarnya penarikan mobil yang gagal bayar bukan satu-satunya opsi.
Iyan mengatakan, pihak perusahaan pembiayaan biasanya di awal selalu berkomunikasi dengan debitur. Termasuk bagaimana dengan aturan yang sudah disepakati.
"Kalau debitur wanprestasi atau gagal bayar di tujuh hari itu ada surat peringatan pertama, lalu surat peringatan kedua, dan terakhir itu peringatan akhir somasi. Kalau sudah tidak ada kemampuan membayar, pilihan debitur menyerahkan kembali mobil ke perusahaan atau menjual dan melakukan pelunasan," papar Iyan.