Setiap kali menghadapi calon pelanggan, Eka dan tim mendapatkan pertanyaan yang hampir sama soal kestabilan aliran listrik ketika menggunakan panel surya. ’’Kalau langitnya sedang mendung, apakah lampu di seluruh gedung akan kedip-kedip atau jadi redup,’’ tanya sejumlah calon pelanggan.
Mantan pegawai Barclays Capital itu mengatakan, Xurya tidak sebatas menyediakan panel surya dengan sistem sewa alias dipinjamkan. Tetapi, juga membuat sebuah perangkat lunak khusus yang mengatur sirkulasi arus listrik di sebuah gedung.
’’Jadi, tidak sepenuhnya berhenti menggunakan listrik dari PLN,’’ katanya.
Eka menjelaskan, melalui software khusus tersebut, penggunaan listrik dari PLN akan menyesuaikan pasokan listrik yang didapat dari panel surya. Dia menganalogikan perangkat lunaknya itu seperti polisi pengatur lalu lintas di perempatan jalan.
Contoh perhitungan sederhananya, sebuah gedung membutuhkan pasokan listrik sebesar 100 kWh. Pada saat tertentu listrik yang dihasilkan panel surya dari Xurya mampu menyuplai 30 kWh, otomatis listrik yang disedot dari PLN cuma 70 kWh.
’’Panelnya kita pakai yang ada di pasaran. Tapi, inovasi kami ada di otak software-nya tadi,’’ katanya.
Eka yang sehari-hari tinggal di Jakarta itu menuturkan, peranti lunak yang mereka ciptakan juga sekaligus menghitung besaran tagihan yang dibayarkan customer ke Xurya. Dia mengatakan, pelanggan membayar tagihan listrik sesuai dengan setrum yang dihasilkan panel surya. ’’Jadi, tidak flat. Dengan skema ini, tagihan listrik kepada pelanggan lebih fair,” jelasnya.
Dia menambahkan, setiap kWh listrik yang dihasilkan panel surya dari Xurya lebih murah dibandingkan dengan harga kWh listrik PLN. Namun, Eka tidak memerinci secara detail harga listrik tiap kWh yang mereka patok untuk pertimbangan bisnis.
Eka hanya mengatakan, dari pengakuan pelanggannya, tagihan listrik setelah menggunakan panel surya dari Xurya bisa turun sekitar 20 sampai 30 persen. Dengan skema pinjam panel surya tersebut, pelanggan Xurya pun otomatis semakin banyak.
Salah satu yang paling besar adalah pabrik keramik di Karang Pilang, Jawa Timur. Panel surya yang dipasang mencapai 6 hektare dan menghasilkan 5 megawatt setrum.
Untuk di Jakarta, pengguna Xurya yang paling besar adalah LTC Glodok. Panel surya yang dipasang di LTC Glodok bisa menghasilkan listrik sebesar 508.511 kWh setiap tahun. Angka itu setara dengan pengurangan emisi karbon (CO2) sebesar 474.949 kg atau setara dengan konsumsi 132.595 liter bensin.
Saat ini panel surya dari Xurya sudah terpasang di 60 titik lebih di seluruh Indonesia. Kemudian, ada lebih dari 40 titik yang masih tahap konstruksi. Selain di Pulau Jawa, panel surya dari Xurya sudah terpasang di sejumlah daerah lain. Misalnya, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kemudian juga ada di Sulawesi Selatan. ’’Yang terbanyak tetap di Pulau Jawa,’’ tuturnya.
Sejak beroperasi, mereka mengklaim sudah menghasilkan lebih dari 447 juta kWh listrik berbasis energi hijau. Selain pabrik, bangunan yang sudah menggunakan panel surya dari Xurya adalah perkantoran. Juga, pusat perbelanjaan dan hotel.
Eka menyampaikan, pelanggan tidak perlu khawatir soal perawatan. Sebab, mereka sudah memiliki tenaga kontraktor untuk merawat panel surya atau instrumen lainnya.
Dengan sensor khusus, mereka bisa memonitor panel surya mana yang sudah memerlukan perawatan. Salah satu indikatornya adalah ketika terjadi penurunan kemampuan menghasilkan listrik sekitar 5 persen.