kalimantan-timur

Panggilan Cinta

Senin, 22 Mei 2023 | 11:54 WIB

Sri Wiyani yakin lelaki itu mencintainya meski dalam pertemuan pertama mereka, sekaligus satu-satunya sejauh ini, yang terjadi kemarin malam, lelaki itu tidak mengucapkan kata cinta. Namun, lelaki itu mengajaknya berkenalan terlebih dahulu, mengulurkan tangan dan menggenggam tangannya erat-erat.

Sri Wiyani merasakan kehangatan tangan lelaki itu menjalar ke tangannya, lalu ke hatinya, lantas memenuhi setiap pori-pori tubuhnya. Sri Wiyani bahkan sedikit merasa sesak napas akibat kehangatan itu. Bukankah hanya kehangatan cinta yang bisa berdampak sedemikian besar?

Lagi pula, lelaki itu beberapa kali mengedipkan mata sewaktu pandangan mereka bersirobok. Dan setiap kali itu terjadi, Sri Wiyani buru-buru menundukkan wajah. Hanya lelaki yang tengah jatuh cinta yang melakukan hal itu. Dan Sri Wiyani benar-benar terkejut mendapati limpahan cinta yang sedemikian besar. Untuk beberapa saat, ia merasa dirinya terbang.

Lelaki itu kemudian meminta nomor teleponnya. Bagaimana seorang lelaki yang tidak jatuh cinta akan meminta nomor telepon seperti itu? Dan Sri Wiyani tahu kalau lelaki itu sedikit salah tingkah sewaktu meminta. Setelah Sri Wiyani memberikan nomor teleponnya, si lelaki berjanji akan menelepon keesokan harinya, jam tujuh malam tepat.

“Kau juga boleh meneleponku kalau kau mau. Ini nomor teleponku,” kata lelaki itu lagi. Ah, bahkan Sri Wiyani masih ingat dengan pasti susunan kalimat dan intonasi lelaki itu mengucapkannya.

Lelaki itu bilang bahwa Sri Wiyani boleh meneleponnya. Namun bagaimana bisa dia melakukannya? Bagaimana pun kondisinya, tidaklah pantas orang seperti Sri Wiyani yang menelepon seorang lelaki lebih dulu. Tidak, tidak. Sri Wiyani menggeleng-gelengkan kepalanya. Lelaki itu harus yang menelepon, bukan dirinya. Dan untuk itu, Sri Wiyani akan menunggu. Tak peduli selama apapun itu.

Namun, kini sudah jam delapan lebih dan telepon itu tetap saja diam. Apakah terjadi sesuatu yang buruk kepada lelaki itu? Bisa saja ban motornya meletus dalam perjalanan pulang kerja dan tidak ada tukang tambal ban di sekitarnya. Lantas si lelaki terpaksa mendorong motornya hingga beberapa kilometer. Ah, kasihan sekali lelaki itu. Ia seorang pekerja keras. Sri Wiyani bisa tahu itu dari otot-otot yang menonjol di lengan si lelaki, juga bentuk tulang wajah dan sorotan matanya.

“Dia bekerja keras untukku, demi masa depan kami berdua,” gumam Sri Wiyani. Maka Sri Wiyani mulai berdoa semoga lelaki itu baik-baik saja, karirnya sukses, dan lelaki itu bisa segera sampai di rumah untuk meneleponnya.

Namun tiba-tiba bayangan yang lebih mengerikan melintas. Bagaimana bila dalam perjalanan pulang kerja, beberapa pemuda mabuk mencegat lelaki itu, lantas membacoknya dan merampok uangnya serta merampas motornya? Oh, itu menakutkan.

Sri Wiyani seperti melihat leleran darah mengalir dari leher kekar lelaki itu. Dadanya yang bidang robek. Dan dari perutnya memburai usus yang telah mekar terkena udara luar. Sri Wiyani menangkupkan kedua tangannya ke mukanya. Ia terisak-isak. Lantas segera ia menyadari bahwa itu semata khayalannya. Buru-buru ia mengibaskan tangannya, seolah dengan itu bayangan buruk tersebut bisa pergi.

Sri Wiyani kembali memandang pesawat telepon. Dengan ragu-ragu, tangan kirinya kembali terulur untuk mengangkatnya. Namun, sebelum jari-jari tangan kanannya menekan tombol nomor, telepon itu telah kembali ia letakkan. Tidak, tidak. Ia tidak boleh menyerah dan menghubungi lelaki itu lebih dulu. Lelaki itu pastilah tengah menguji kesabarannya. Bila ia menelepon, maka lelaki itu akan menganggapnya seseorang yang agresif dan malah menjauhinya. Namun bila ia bisa bersabar, perasaan cinta lelaki itu pasti kian berkobar.

Sri Wiyani membetulkan pantatnya, lantas bersandar di sandaran tempat duduknya. Sudah setengah sembilan. Kemarin, pada jam yang sama, ia pergi ke dusun sebelah untuk menonton ludruk. Ia tak pernah melewatkan pertunjukan ludruk yang digelar di sekitar tempat tinggalnya. Dengan antusias, ia akan segera menemui para tranvesti ludruk–para waria yang bertugas menari bedayan dan memerankan tokoh perempuan dalam pertunjukan.

Hanya bersama mereka, ia bisa menjadi dirinya sendiri dan merasa diterima. Dan selalu, setelah berada dalam krombongan, ia berganti pakaian seperti perempuan, lantas berkeliaran di sekitar panggung, mencari tempat paling strategis untuk menonton teman-temannya bermain. Kemarin, setelah lelaki itu pergi seusai mendapat nomor teleponnya, ia menceritakan hal itu kepada teman-temannya dan mereka menjawab singkat, “Jangan terlalu berharap ia akan meneleponmu. Ia hanya mempermainkanmu. Coba saja telepon nomor yang ia berikan, pasti palsu.”

Sri Wiyani, yang nama aslinya Sal Wahyudi, kini kembali menatap pesawat teleponnya. Celana panjang dan kemeja yang ia kenakan terasa tidak nyaman di badannya. Benarkah lelaki itu hanya mempermainkannya? Ia menguatkan diri. Ia tepis harga dirinya. Ia angkat pesawat telepon itu. Ia tekan nomor yang diberikan lelaki itu kemarin. (dwi/k8)

 

Halaman:

Tags

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB