JAKARTA – Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan menuai kekhawatiran pelaku usaha industri hasil tembakau (IHT). Selain pengusaha, pengamat ekonomi juga menilai kebijakan itu berpotensi memiliki dampak terhadap perekonomian.
’’Pertumbuhan ekonomi akan turun 0,53 persen jika pasal-pasal (tembakau dalam RPP, Red) itu diberlakukan. Dari sisi penerimaan negara, ada indikasi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp 52,08 triliun,’’ ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad (22/1).
Bagi aspek ketenagakerjaan, dari hasil pengukuran Indef, Tauhid menyebut pemberlakuan pasal-pasal tembakau itu juga akan memicu penurunan tenaga kerja hingga 10,08 persen. Kemudian, serapan tenaga kerja di perkebunan tembakau tergerus hingga sebesar 17,16 persen. ’’Industri hasil tembakau tak ingin mati di lumbung sendiri, karena ada banyak hal yang bergantung pada industri hasil tembakau. Termasuk di dalamnya sektor kesehatan,’’ paparnya.
Tauhid menilai kajian itu penting dilakukan oleh Indef, mengingat besarnya kontribusi IHT dan ekosistemnya terhadap perekonomian negara. ’’Pasal-pasal (tembakau) yang dihitung dampaknya terhadap ekonomi antara lain berkaitan dengan jumlah (minimal batang rokok dalam setiap) kemasan, larangan pemajangan produk, dan pembatasan iklan,’’ ungkapnya.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta keberlangsungan IHT tetap diperhatikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam penyusunan RPP sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Menurut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo, banyaknya protes dan penolakan terhadap RPP Kesehatan, terutama pada bagian pengaturan produk tembakau yang berisi banyak larangan, diyakini dapat mematikan keberlangsungan IHT. ’’IHT ini menggerakkan industri lainnya. Karena itu, harus bijaksana dalam melahirkan kebijakan yang tepat dan berkeadilan,’’ tuturnya.
Edy menambahkan, Kemenperin mendorong terwujudnya keseimbangan peraturan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan ekonomi. Apalagi, IHT dan aspek ekonomi menjadi tempat bergantung bagi mata pencaharian petani tembakau, petani cengkih, dan pihak lainnya. Baik ekosistem langsung maupun tidak langsung dari IHT. (agf/c18/dio)