Meski upaya diversifikasi ekonomi terus dilakukan, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih sangat bergantung pada sektor pertambangan, yang menyumbang 75,53 persen terhadap PDRB. Sementara itu, sektor pertanian yang diharapkan menjadi pilar ekonomi baru hanya berkontribusi 8,80 persen.
Ketua DPRD Kutim, Jimmi, menilai perlu ada strategi lebih konkret untuk memperkuat sektor pertanian agar tidak selamanya bergantung pada industri tambang yang sifatnya fluktuatif.
Baca Juga: PSU Pilkada 2025 Jatuh Pada Tanggal 19 April, Bupati Kukar Ajak Masyarakat Jaga Kondusivitas
"Kalau diukur dari APBD, itu masih dipengaruhi oleh sektor pertambangan. Kita belum melihat secara signifikan hasil-hasil pertanian bisa mempengaruhi perkembangan ekonomi," ujar Jimmi. Menurutnya, Kutai Timur harus mulai mengurangi ketergantungan terhadap tambang dan fokus membangun sektor yang lebih berkelanjutan.
"Upaya kita adalah mengembangkan dan mengantisipasi proses ketika mencoba untuk sedikit mengurangi ketergantungan terhadap hasil tambang. Karena tambang ini situasinya fluktuatif, kadang harga bagus, kadang menurun," lanjutnya.
Meskipun menyerap tenaga kerja cukup besar, yaitu 66.077 orang atau 29,60 persen dari total angkatan kerja, sektor pertanian belum memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi daerah. Produktivitas padi sawah tercatat 4,86 ton/ha, sedangkan padi ladang hanya 2,50 ton/ha.
Jimmi menegaskan bahwa sektor pertanian harus menjadi prioritas ke depan, terutama karena luasnya wilayah Kutai Timur yang sangat potensial untuk pengembangan pertanian dan perkebunan.
"Yang paling penting itu pertanian. Kita punya wilayah yang luas, dan ini harus menjadi potensi besar untuk mengembangkan wilayah ini sebagai daerah pertanian. Perkebunan industri sudah berjalan, hampir mencapai 1 juta hektar. Tapi kita harus lebih mandiri dalam ketahanan pangan," jelasnya.
Pemerintah daerah diharapkan mempercepat penyediaan teknologi pertanian modern, infrastruktur irigasi, dan akses pasar agar sektor ini bisa tumbuh lebih kuat.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah ketahanan pangan. Data LKPJ menunjukkan bahwa ketersediaan pangan utama baru mencapai 38,64 persen, yang berarti Kutai Timur masih bergantung pada pasokan dari luar daerah.
Jimmi mengingatkan bahwa tanpa strategi yang jelas, Kutai Timur akan sulit mencapai kemandirian pangan. "Dengan pertumbuhan penduduk yang ada, kita harus mencoba untuk mandiri dalam ketahanan pangan. Kita tidak bisa terus bergantung pada daerah lain," tegasnya.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah daerah agar fokus pada peningkatan produksi pangan lokal, memperbaiki rantai pasok, serta memastikan petani mendapatkan dukungan penuh dari kebijakan daerah. (*)