• Minggu, 21 Desember 2025

Usia Ideal Menikah Bergeser Drastis: Mengapa Milenial dan Gen Z Memilih Mandiri di Atas 25 Tahun

Photo Author
- Selasa, 21 Oktober 2025 | 11:30 WIB
ilustrasi pernikahan
ilustrasi pernikahan

Perbincangan mengenai usia ideal menikah masih menjadi isu hangat di banyak budaya, termasuk Indonesia. Tekanan sosial berupa pertanyaan "kapan nikah?" sering menghantui wanita yang telah melampaui usia 25 tahun, sebuah fenomena yang berakar pada perbedaan cara pandang mendasar antar generasi.

Fenomena ini mencerminkan kontras tajam antara perspektif Baby Boomers (lahir 1946–1964) dan generasi muda masa kini, yakni Milenial dan Gen Z.

Bagi sebagian besar Baby Boomers, menikah di usia muda adalah simbol stabilitas, keberhasilan hidup, dan pencapaian sosial. Namun, generasi muda melihat rumah tangga bukan lagi kewajiban, melainkan pilihan yang harus diambil setelah mencapai kemandirian, keseimbangan karir, dan kesiapan emosional.

1. Perspektif Historis: Menikah Muda Standar Kesuksesan

Menurut riset dari Pew Research Center, generasi Baby Boomers tumbuh dalam sistem sosial yang menjadikan pernikahan sebagai tonggak kedewasaan. Pada dekade 1960-an hingga 1980-an, wanita di negara maju rata-rata menikah pada usia 20–22 tahun.

Faktor pendukung saat itu meliputi biaya hidup yang rendah dan rumah tangga yang bisa ditopang oleh satu penghasilan. Dalam konteks Indonesia, pandangan "wanita baik harus berumah tangga di usia muda" diwariskan kuat melalui sistem sosial yang cenderung patriarkal. Ini yang menyebabkan wanita berusia 25 tahun yang belum menikah dianggap menyimpang dari norma kesuksesan sosial oleh generasi Boomer.

2. Realitas Ekonomi dan Pendidikan Mengubah Prioritas Hidup

Studi menunjukkan bahwa usia pernikahan pertama terus meningkat di seluruh dunia. Peningkatan ini tak lepas dari pergeseran fokus ke pendidikan dan karir.

Perempuan saat ini lebih banyak menempuh pendidikan tinggi dan membangun kemandirian finansial. Dalam konteks urban Indonesia, prioritas stabilitas emosional dan finansial menjadi utama sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.

Generasi muda menyadari bahwa pernikahan adalah tanggung jawab jangka panjang yang membutuhkan kesiapan psikologis, ekonomi, dan spiritual, bukan sekadar urusan resepsi.

3. Pergeseran Nilai: Dari Kewajiban Menjadi Pilihan Sadar

Dilansir dari Institute for Family Studies (IFS), Milenial dan Gen Z cenderung memiliki nilai hidup yang lebih individualistis dan reflektif. Pernikahan dilihat sebagai keputusan sadar yang didasari oleh cinta, kesetaraan, dan kompatibilitas emosional, bukan lagi kewajiban sosial yang harus dipenuhi.

Psikolog keluarga modern menilai, pernikahan yang dibangun di usia matang cenderung lebih stabil dan sehat. Usia 25 tahun ke atas bukanlah keterlambatan, melainkan fase penting untuk menimbang ulang makna komitmen.

4. Tekanan Sosial dan Stigma yang Masih Kuat

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X