Aldama Putra, 19, taruna Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan atau ATKP Makassar, tewas setelah dianiaya seniornya, MR (21).
IMAM RAHMANTO - Makassar
DANIEL Pongkala masih ingat bagaimana putranya, Aldama Putra Pongkala menyalaminya di depan Kampus AKTP Makassar. Saat itu, Minggu siang, 3 Februari.
Tak lupa, Dama memamerkan sikap hormat ala militer di hadapan ayahnya. Daniel pun membalasnya dengan senyum penuh kebanggaan. Dama harus menjalani pendidikannya sebagai taruna baru ATKP.
"Baik-baik di kampus ya, Nak," pesan Daniel kepada Dama yang baru enam bulan menjadi taruna. "Hati-hati juga, Pak," balas Aldama.
Daniel tak pernah tahu, kata-kata itu nyatanya menjadi isyarat perpisahan dengan anak kesayangannya. Untuk selama-lamanya. Saat itu, baru beberapa langkah meninggalkan anaknya, Daniel masih sempat menoleh. Dia melihat tubuh kekar Dama memasuki kampus.
Dalam benaknya, berpilin berjuta harapan agar anaknya menjadi orang sukses. Rencana-rencana masa depan telah tersusun rapi.
Sayang, pertemuan itu menjadi kenangan terakhir bagi Pelda Daniel Pongkala bersama putra kesayangannya. Ia tak pernah menyangka, anaknya pergi secepat itu.
Belum genap 24 jam ia menikmati senyum anaknya, kabar duka tiba sekelebat bayangan malam. Ia sedang bertugas jaga di Bandar Udara Sultan Hasanuddin ketika mendengar kabar anaknya masuk RS Sayang Rakyat.
Kabar yang ia terima, Dama terjatuh di kamar mandi asrama. "Saya dikasih tahu seperti itu (jatuh dari kamar mandi). Makanya, di perjalanan ke rumah sakit, saya masih sempat memutar otak mencari di mana tukang urut yang masih buka malam-malam," tuturnya.
Daniel menyangka, anaknya cuma patah tulang. "Sudah ada tukang urut yang saya siapkan untuk dia," ujar Daniel kepada FAJAR di rumah duka, Selasa, 5 Februari.
Harapan pria asal Tana Toraja itu seketika pupus. Belum sampai di kamar anaknya, ia sudah disambut wajah duka pihak kampus dan teman-teman Aldama yang berada di RS Sayang Rakyat.
Ia mencium gelagat tak beres. Terbukti, pengasuh Aldamar mengucapkan bahwa anaknya telah tiada. Rencana-rencana tukang urut pun langsung buyar.
Lututnya lemas. Kepalanya tertunduk menahan air mata. Pikirannya kalut. Ia terduduk di samping petinggi kampus anaknya. Meski begitu, ia mencoba menguatkan diri saat logikanya telah kembali. "Saya mau lihat anak saya," ucapnya dengan nada bergetar.
Pihak kampus mengantarkan Daniel ke kamar jenazah anaknya. Tubuh buah hatinya itu sudah kaku.