• Senin, 22 Desember 2025

Pengamat Minta Aturan Tak Berlebihan

Photo Author
- Jumat, 29 Maret 2019 | 10:59 WIB

JAKARTA – Masyarakat risau dengan harga tiket pesawat yang tinggi. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berjanji hari ini akan mengeluarkan regulasi tentang harga tiket pesawat. Di sisilain, pengamat penerbangan berharap agar regulasi tersebut juga berpihak pada bisnis maskapai. 

Setelah rapat dengan Menteri Maritim Luhut Binsar Panjaitan dan maskapai, Kementerian Perhubungan melakukan finalisasi aturan tentang tiket. ”Kita akan rilis besok (hari ini, Red),” tutur Budi saat ditemui dalam acara Ruang Ide Jawa Pos. Dia mengatakan bahwa aturan ini tidak bisa dibuat dengan tergesa-gesa. Sebab, tim hukum Kemenhub masih mengkaji kontruksi hukumnya. 

Budi tidak banyak bicara soal aturan baru ini. Namun dia memberi bocoran bahwa aturan yang akan dirilis hari ini merupakan sub class maskapai. Selama ini kelas penerbangan dibagi menjadi low cost carier (LCC) dan full service. Dia menyatakan bahwa aturan ininsudah dikoordinasikan dengan seluruh pemangku kebijakan. Termasuk dengan maskapai. 

Apakah ada kemungkinan aturan baru tersebut bisa menurunkan harga tiket? Budi tidak memberi jawaban pasti. ”Di Undang-Undanh dijelaskan bajwa pemerintah untuk mengembangkan ekonomi memiliki hak untuk melindungi konsumen. Insya Allah bisa memberikan kondisi win-win antara maskapai dan masyarakat,” ujarnya. 

Menanggapi pernyataan Menhub, Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro menuturkan bahwa pihaknya pasrah. Dia menyatakan akan mematuhi aturan yang dibuat regulator. ”Untuk keuntungan bersama serta kepentingan semua pihak,” ujarnya. 

Sebenarnya Kemenhub sudah memiliki regulasi terkait tarif maskapai. Peraturan Menteri Perhubungan PM 14 tahun 2016 sudah mengatur mekanisme penghitungan tarif. Terkait hal tersebut Pakar Penerbangan Alvin Lie mengatakan pemerintah saat ini sudah memiliki regulasi yang cukup untuk mengatur operasional maskapai penerbangan dan harga tiket di Indonesia. “Udah patuh itu (maskapai), dari peraturan tidak ada pelanggaran, minta menurunkan harga tiket harus ada data-data biaya operasional airlines itu turun, maka dari itu TBA (Tarif Batas Atas) dan TBB (Tarif Batas Bawah) itu turun,” ujarnya. 

Di satu sisi, jika maskapai bisa menunjukkan ada kenaikan biaya operasional maka pemerintah juga harus berani merevisi permenhub dengan menaikkan TBA maupun TBB. “Kita harus membuat kebijakan publik itu berdasarkan fakta-fakta, statistik yang akuntanble,” tegasnya. TBB memang diperlukan agar tidak terjadi predatory pricing atau tidak ada perang tarif antar maskapai. 

Aturan itu bertujuan agar maskapai mendapatkan laba yang cukup sehingga bisa melaksanakan kewajibannya meliputi keselamatan penerbangan, disiplin dalam perawatan pesawat, serta kesejahteraan pekerjanya. Dia juga menilai tidak diperlukan memperbanyak subclass. “Dalam management itu micro managing terlalu ngurusin yang kecil-kecil itu kan sebenarnya udah ranahnya korporasi. Pemerintah sudah atur batas atas dan batas bawah itu sudah cukup,” imbuhnya. 

Di negara lain, menurutnya tidak ada aturan mengenai tarif batas atas dan batas bawah. “Ini sekarang mau masuk sampai subclass. Rasa-rasanya ini negara Korut tidak sampai kayak seperti itu, jangan berlebihan lah,” katanya. Selain itu, konsumen juga harus realistis dengan kondisi keuangan maskapai saat ini terkait penurunan tiket pesawat.

Sebab, menurutnya ketiga maskapai penerbangan terbesar di Indonesia yakni Garuda Group, Lion Group dan Air Asia pada tahun lalu masih menderita kerugian. “Nah, kalau semuanya sudah rugi, disuruh menurunkan harga lagi, nanti kalau berdampak kepada keselamatan penumpang bagaimana? Kan saling terkait,” imbuhnya.

Sehingga, asalkan maskapai sudah bisa mematuhi tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) tersebut maka seharusnya sudah tidak menjadi persoalan lagi. “Saya tidak akan kaget kalau dalam waktu dekat ini (maskapai) menyatakan tidak mampu lagi operasi,” urainya. Hal itu justru akan merugikan penumpang lantaran kapasitas angkut berkurang. Untuk itu, pemerintah perlu bertemu dengan maskapai untuk membicarakan alasan penurunan harga meski tidak melanggar peraturan TBB dan TBA.

**

Di satu sisi, kemarin Garuda Indonesia melakukan pertemuan dengan petinggi Boeing. Maskapai pelat merah asal Indonesia itu resmi membatalkan pesanan 49 pesawat Boeing 737 seri Max 8 yang seharusnya dikirimkan mulai 2020. “Kami tetap percaya kepada produk Boeing akan tetapi untuk keselamatan penumpang Garuda dan masyarakat Indonesia pada umumnya, kami tidak dapat melanjutkan pemesanan 49 pesawat 737 seri Max 8,” ujarnya kemarin. Kemarin pagi, Garuda Indonesia menerima kedatangan senior representatif dari Boeing di kantor perseroan di kawasan Cengkareng, Jawa Barat.

Dalam pertemuan tersebut, Garuda menegaskan kepada Boeing untuk tidak bisa meneruskan pemesanan pesawat tipe tersebut. “Dari Garuda kami masih percaya terhadap brand Boeing namun kami sudah tidak percaya lagi dengan product Max-8. Khususnya karena masyarakat yang notabene pelanggan kami sudah kehilangan confidence terhadap product itu,” urainya.

Meski demikian, Garuda tidak akan mengganti ke brand lain seperti yang dilakukan beberapa maskapai penerbangan lain. Namun, pihaknya meminta Boeing untuk menawarkan produk lain selain Max 8 tersebut. Sedangkan nilai, jenis dan waktu pengiriman akan dibahas antar kedua tim. “Untuk hal ini Boeing terbuka dan akan membahas internal di Seattle,” imbuhnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

X