JAKARTA-KPK menegaskan serius dalam penanganan pungutan liar di rutan KPK yang dilakukan puluhan pegawainya. Sudah ada lebih dari 10 pegawai yang ditetapkan sebagai tersangka. Koalisi Masyarakat Antikorupsi meminta KPK tak tebang pilih dalam penganan itu, sekaligus segera ada proses pidana.
"Kami tegaskan persoalan ini bukan berhenti di etik saja. Ada proses lain seperti sanksi disiplin dan pidana," ucap Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih (20/2). Sanksi etik dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK adalah awal dari keberlanjutan kasus ini. Putusan sidang etik dewas pada Kamis (15/2) lalu menjatuhkan sanksi berat kepada 78 pegawai KPK yang melanggar.
Baca Juga: Pasca-Putusan Dewas, KPK Usut Proses Pidana Pungli di Rutan KPK
Mereka diminta untuk meminta maaf ke publik terkait perilakunya. Dewas juga merekomdasikan ke kepegawaian KPK agar puluhan pegawai itu diproses secara disiplin. Ali menyebut, rekomendasi dewas itu lah yang membuat KPK sekarang berproses. Misalnya soal pelanggaran disiplin. Yang sanksinya bisa berujung ke pemecatan. Bahkan, tak hanya itu, KPK juga sedang menyeret puluhan pegawai lancung tersebut ke perkara hukum. Yang saat ini prosesnya dalam tahap penyidikan.
"Di mana yang kita tahu pada tahapan ini sudah ada calon yang ditetapkan sebagai tersangka," paparnya. Saat ini, sudah ada lebih dari 10 pegawai yang terlibat pungli tersebut menyandang status sebagai tersangka. Namun, Ali belum mau merinci siapa saja yang berstatus tersangka. Ali menyebut, tak semua mereka yang diperiksa dalam perkara ini bisa berujung ke perkara pidana. Misalnya, soal ada atasan yang tidak melanggar hukum atau menerima uang, namun dia lalai dengan tugas pengawasan pegawainya di rutan.
Ali berharap publik memahami perkara ini secara klir. Sebab, dia melihat seolah-olah mereka yang melanggar aturan itu hanya dikenakan sanksi etik. Padahal, proses sanksi disiplin bahkan pidana sedang berproses saat ini di KPK. "Perkara ini bukan hanya berhenti di etik," katanya. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya mengatakan, sanksi hanya minta maaf adalah dampak buruk dari revisi UU KPK. Ini lantaran kepegawaian KPK kini tak lagi mandiri dan harus mengikuti perundangan ASN. Lantaran pegawai KPK berstatus ASN.
ICW mendorong agar dewas segera berkoordinasi dengan inspektorat KPK. Dan semua pegawai yang terlibat dalam kasus ini segera dipecat. Ini sesuai Pasal 5 huruf a PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang disiplin PNS berupa penyalahgunaan wewenang. Dimana hukuman yang dapat diberikan berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) huruf c PP tersebut adalah pemberhentian tidak atas permintaan sendiri. "Kami juga mendorong agar segera ada proses pemidanaan," katanya.
Sebab, sebagaimana diketahui, proses penanganan perkara oleh KPK terhadap pegawainya sendiri dianggap sangatlah lamban. Ini bisa dilihat kasus pungli yang sebenarnya telah dilaporkan oleh dewas pada Mei 2023 lalu. Namun hingga saat ini, KPK tak kunjung mengumumkan nama-nama tersangka.
Sementara itu, kemarin KPK juga telah bersiap menyeret eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) bersama dua bawahannya bakal segera diadili terkait dugaan pemerasan dan gratifikasi. Tim Jaksa KPK telah mengirimkan bekas perkara SYL ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, kemarin. Jaksa KPK Meyer Volmar Simanjuntak telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan itu.
Jaksa mendakwa SYL dkk dengan perbuatan bersama-sama melakukan pemerasan pada para pejabat eselon I beserta jajaran di Kementan RI termasuk dengan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 44,5 Miliar. Kini, KPK sedang menunggu jadwal persidangan itu dari Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (elo/jpg/riz/k15)