• Senin, 22 Desember 2025

Rawan Penyelewengan, Buruh dan Pengusaha Kompak Tolak Tapera

Photo Author
Indra Zakaria
- Rabu, 29 Mei 2024 | 09:55 WIB
ilustrasi uang kertas
ilustrasi uang kertas

Kompak Menolak

Sementara itu dari kalangan buruh, sudah mulai keluar suara penolakan terhadap iuran Tapera. Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat khawatir Tapera menjadi bancakan dengan modus investasi dari penggalangan uang masyarakat. 

Praktik seperti ini, sebelumnya terjadi pada Jiwasraya dan Asabri. Oleh manajemennya, iuran masyarakat ternyata disalahgunakan pada proses investasinya. ’’Pemerintah ini senengnya ngumpulin duit rakyat. Terus dari duit itu, digoreng-goreng dalam berbagai instrumen investasi,’’ katanya.

Dia mengatakan masih belum hilang ingatan publik terhadap mega korupsi di tubuh Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,807 triliun. Kemudian nilai kerugian negara pada kasus Asabri mencapai Rp 22 triliun lebih. Jumhur mengatakan iuran Tapera memang terlihat kecil.

Hanya 2,5 persen dari upah buruh dan 0,5 persen dari pemberi kerja. Tetapi jika diakumulasikan dengan seluruh angkatan kerja yang ada, akan terhidang dana jumbo untuk dikelola pemerintah. Dia membuat perhitungan sederhana, rerata buruh di Indonesia bergaji Rp 2,5 juta per bulan.

Kemudian jumlah buruh formal di Indonesia ada 58 juta orang. Maka setiap tahun akan terkumpul uang segar Rp 50 triliun yang dikelola oleh BP Tapera.

’’Ini dana yang luar biasa besar,’’ katanya. Dia khawatir dana tersebut jadi bancakan oleh para penguasa dengan cara digoreng atau dimainkan dalam bentuk investasi. Menurut dia, saat ini potongan untuk buruh sudah banyak sekali.

Mulai dari BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan asuransi lainnya atau tabungan pensiun dari masing-masing kantor. Jumhur mengatakan jika pemerintah punya niat baik supaya rakyat punya rumah dengan mudah, banyak cara yang bisa dilakukan.

Misalnya pengadaan tanah yang murah, subsidi bunga seperti skema FLPP saat ini, atau skema pembelian rumah tanpa uang muka. Cara lainnya dengan inovasi material rumah yang murah untuk perumahan pekerja berpenghasilan rendah.

Penolakan juga datang dari pelaku usaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Apindo dengan tegas menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menegaskan bahwa sejak awal munculnya UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo sudah menyampaikan penolakan.

”Apindo telah melakukan sejumlah diskusi, koordinasi, dan mengirimkan surat kepada presiden mengenai Tapera. Sejalan dengan Apindo, Serikat Buruh atau Pekerja juga menolak pemberlakukan program Tapera.

Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja atau buruh,” ujar Shinta, Selasa (28/5/2024). Shinta menambahkan, Apindo pada dasarnya mendukung kesejahteraan pekerja dengana adanya ketersediaan perumahan bagi pekerja.

Namun, PP Nomor 21 2024 dinilai duplikasi dengan program sebelumnya, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek. ”Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya,” ujar Shinta. (*)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Antara, Jawapos

Tags

Rekomendasi

Terkini

X