• Senin, 22 Desember 2025

Pernyataan Menteri ATR Soal Tanah Bikin Polemik, Nusron Minta Maaf, Tegaskan Hanya Ambil Alih Lahan Telantar HGU-HGB

Photo Author
- Rabu, 13 Agustus 2025 | 13:22 WIB
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Minta maaf atas pernyataannya terkait tanah telantar. (Ilham Wancoko/Jawa Pos)
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Minta maaf atas pernyataannya terkait tanah telantar. (Ilham Wancoko/Jawa Pos)

JAKARTA– ”Perlu diketahui ya, yang memiliki semua tanah itu negara. Negara kemudian memberikan hak kepemilikan. Saya mau tanya, memang mbahmu, leluhurmu, dulu bisa membuat tanah? Nggak bisa,” ujar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR) Nusron Wahid, Rabu (6/8).

Pernyataan itu dia lontarkan ketika menyampaikan rencana pemerintah mengambil alih tanah-tanah telantar dan tidak produktif. Rekaman video Nusron itu lantas beredar luas di media sosial. Aksi protes pun bermunculan. Nusron dihujat. Dia bahkan dianggap mirip penjajah yang ingin merampas tanah rakyat.

Selasa (12/8) Nusron akhirnya memberikan klarifikasi. Dia meminta maaf secara terbuka. Nusron menegaskan, penyitaan tanah telantar tidak akan menyasar tanah milik rakyat yang telah memiliki sertifikat hak milik (SHM). Penyitaan hanya menyasar tanah negara yang pengelolaannya telah diserahkan ke perusahaan berupa hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB).

”Kepada publik, kepada netizen, saya meminta maaf atas pernyataan beberapa waktu lalu yang viral dan menimbulkan polemik serta kesalahpahaman,” paparnya di kantor Kementerian ATR kemarin.

Klaim Mengacu pada Pasal 33 UUD 1945

Nusron membeberkan maksud yang sebenarnya dari pernyataannya. Dia menerangkan, sesuai Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kondisi saat ini, ada jutaan hektare tanah dengan status HGU dan HGB yang telantar. Tidak produktif dan tidak memberikan manfaat secara optimal bagi masyarakat.

”Inilah yang dapat kita dayagunakan untuk program-program strategis pemerintah yang berdampak kepada kesejahteraan rakyat,” paparnya. Program-program strategis itu, misalnya, reforma agraria, pertanian rakyat, ketahanan pangan, perumahan murah, hingga penyediaan lahan bagi kepentingan umum seperti sekolah rakyat, puskesmas, dan sebagainya.

”Jadi ini semata-mata menyasar lahan yang statusnya HGU dan HGB yang luasnya jutaan hektare, tapi dianggurkan, tidak dimanfaatkan, dan tidak produktif,” tegasnya.

Dia mengklaim, pernyataan yang dilontarkan sebelumnya hanyalah candaan. Namun, setelah menyaksikan ulang rekaman videonya di media sosial, Nusron menyadari bahwa candaan itu tidak tepat. ”Tidak sepantasnya dan tidak selayaknya disampaikan oleh seorang pejabat publik. Karena itu saya minta maaf,” terangnya.

Nusron yang Salah, Bukan Publik

Dosen Hukum Tata Negara dan Hak Asasi Manusia sekaligus Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM Herlambang P. Wiratraman mengatakan telah menyimak permintaan maaf Nusron. ”Terdapat tiga kata utama yang disampaikan menteri, yakni kesalahpahaman, mispersepsi, dan negara hanya mengatur,” paparnya.

Namun, kesalahpahaman dan mispersepsi itu semua justru dilakukan Menteri Nusron sendiri. Dia mengatakan, Menteri Nusron yang salah paham dan mispersepsi menerjemahkan UU Agraria. ”Bukan publik yang salah paham, bukan publik yang mispersepsi,” terangnya.

Sebab, lanjutnya, Menteri Nusron menyebut negara memiliki tanah dalam berbagai kesempatan. Berdasarkan analisis tersebut, Herlambang menilai bahwa Nusron secara sengaja atau by intention dalam mengeluarkan pernyataan tersebut.

”Jadi, kalau sekarang bicara bahwa tanah yang disita negara itu eks HGU dan eks HGB, maka seharusnya Menteri Nusron menyatakan bahwa pernyataan sebelumnya salah. Bukan menyebut salah paham dan mispersepsi yang seakan menyalahkan publik. Yang salah itu Menteri Nusron,” terangnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X