PROKAL.CO, PENAJAM-Kabar gembira datang untuk para petani di Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Dinas Pertanian (Distan) PPU tengah gencar meningkatkan produksi pertanian di wilayah ini dengan cara yang lebih modern dan efektif.
Dengan menghadirkan para ahli pertanian dari berbagai institusi ternama seperti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Pertahanan (Unhan) serta Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Para ahli ini akan berbagi ilmu dan teknologi pertanian terbaru, khususnya untuk mengatasi masalah tanah masam yang sering dihadapi petani Babulu.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat lahan demplot atau lahan percontohan.
Di lahan demplot ini, para petani akan melihat langsung bagaimana teknologi baru diterapkan dan hasilnya.
“Kami sudah melihat tanaman pada tiga lahan demplot di Babulu tumbuh subur,” ujar Kepala Distan PPU, Andi Trasodiharto, Kamis (5/9).
Tiga demplot dimaksud itu di Desa Sebakung Jaya luas 0,5 hektare, Desa Sri Raharja 0,75 hektare, dan Desa Rawa Mulya 0,75 hektare.
Dia mengatakan, dengan adanya lahan demplot dan teknologi baru ini, diharapkan petani Babulu bisa panen lebih banyak.
Karena, tanaman akan tumbuh lebih sehat dan kuat sehingga hasil panen bisa meningkat.
Berikutnya, tanah jadi subur, karena kualitas tanah akan membaik sehingga bisa terus digunakan untuk bertani.
“Di samping itu, petani lebih pintar karena akan mendapatkan ilmu baru dan bisa menerapkannya di lahan mereka sendiri,” katanya.
Diuraikannya, teknologi yang digunakan di lahan demplot ini antara lain adalah pupuk dan pestisida organik yang ramah lingkungan.
Selain itu, para petani juga diajari cara mengelola air dengan baik agar tidak terjadi kekeringan atau banjir. Andi Trasodiharto berharap agar para petani Babulu dapat memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya.
"Dengan menerapkan teknologi baru, saya yakin produktivitas pertanian di Babulu akan semakin meningkat dan kesejahteraan petani pun akan terjamin," ujarnya.
Lahan sulfat masam di PPU, lanjut dia, merupakan salah satu tantangan besar dalam budidaya padi.
Tanah di wilayah ini dikenal dengan karakteristiknya yang tidak menguntungkan, seperti kandungan hara yang rendah, pH tanah yang sangat masam, serta tingginya kandungan pirit dan toksisitas aluminium (Al3+).
Kondisi ini menciptakan lingkungan pertanian yang tidak ideal, di mana tanaman padi sulit tumbuh dengan baik, hyang berdampak negatif pada produktivitas.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, produktivitas padi di PPU tercatat hanya sekitar 2-3 ton per hektare.
Angka ini jauh di bawah rata-rata produktivitas nasional, dan rendaman
padi di wilayah ini juga rendah, hanya mencapai kurang dari 50 persen.
Rendahnya produktivitas ini mencerminkan betapa sulitnya kondisi pertanian di lahan sulfat masam, ditambah lagi dengan serangan organisme pengganggu tanaman yang tinggi seperti blas dan kresek serta hama utama seperti penggerek batang padi dan WBC (Wereng Batang Cokelat).
“Karena itu kami membuat terobosan dengan mendatangkan para pakar itu untuk membuat demplot, dan selanjutnya dikembangkan lebih luas lagi,” kata Andi Trasodiharto. (rie/far)