SELURUH pasangan calon presiden dan wakil presiden sedang menunggu putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilpres. Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan bisa melakukan evaluasi dan merumuskan aturan main untuk penyelenggaraan pilpres selanjutnya.
Jubir Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Chico Hakim mengatakan, pihaknya masih menunggu putusan PHPU pada 22 April nanti.
Tentu, pihaknya berharap MK bisa mengabulkan seluruh gugatan. ’’Dengan demikian, pilpres harus diulang dengan tidak mengikutsertakan Gibran,’’ terangnya kepada Jawa Pos (14/4). Namun, lanjut Chico, apa pun keputusan MK nanti, masyarakat sudah dapat menilai apa yang sesungguhnya terjadi selama rangkaian Pilpres 2024. Dimulai saat muncul putusan MK Nomor 90/2023, pencalonan Gibran Rakabuming Raka, dinamika kampanye, hingga pencoblosan.
Baca Juga: Kursi Menteri Kabinet Prabowo, Diduga Golkar Mendominasi
’’Sudah terjadi begitu masif kecurangan yang terstruktur dan sistematis,’’ ucapnya.
Dia berharap, ke depan akan banyak rambu dan aturan baru yang dirumuskan MK. ’’Aturan-aturan itu bisa mengantisipasi terulangnya kecurangan oleh pihak yang sedang berkuasa,’’ kata Chico. Sementara itu, anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran Martin Simanjuntak mengatakan, pihaknya tengah memfinalisasi kesimpulan dari dua perkara yang dihadapi di MK. Kesimpulan itu akan ditandatangani seluruh anggota tim pembela, lalu diserahkan ke panitera MK pada Selasa (16/4).
’’(Kesimpulan) kemudian diteruskan ke ketua majelis hakim MK,’’ ujarnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Martin meyakini, petitum yang diajukan Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin tidak beralasan hukum dan tidak didukung alat bukti. ’’Kami yakin MK akan menolak seluruh permohonan kedua pemohon,’’ ujarnya. Terpisah, pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai, ada peluang bagi MK untuk merumuskan putusan progresif. Sebelumnya, kata Feri, MK membuat tiga putusan yang dinilai berkembang.
Pertama, putusan yang melarang pengurus parpol untuk menjabat Jaksa Agung. Putusan itu tertuang dalam Nomor 6/PUU-XXII/2024. Lalu, putusan 29 Februari lalu, di mana Pilkada 2024 harus digelar sesuai jadwal dalam UU 10/2016, yakni November 2024. Pada tanggal yang sama, MK menghapus ketentuan parliamentary threshold UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Ambang batas 4 persen suara sah nasional tak lagi berlaku di Pemilu 2029.
Menurut Feri, putusan MK itu sudah menunjukkan kemajuan. Namun, putusan itu tidak menjamin putusan PHPU pilpres akan lebih baik. ’’Nanti kita lihat apakah putusan sebelumnya hanya kamuflase yang sedang dibangun untuk putusan PHPU atau ini memang satu garis lurus yang setara, progresif, dan berkembang,” tegasnya. (lum/tyo/c18/bay/jpg/riz/k16)