Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kalimantan Utara (Kaltara) melakukan pemetaan potensi tempat pemungutan suara (TPS) rawan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi gangguan atau hambatan di TPS pada hari H pemungutan suara. Hasil pemetaan yang dilakukan, terdapat 7 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 9 indikator yang banyak terjadi dan 7 indikator yang tidak banyak terjadi, tapi tetap perlu diantisipasi.
Ketua Bawaslu Kaltara, Rustam Akif mengatakan, pemetaan kerawanan itu dilakukan terhadap 8 variabel dan 28 indikator, diambil dari sedikitnya 482 kelurahan/desa dan 55 kecamatan di kabupaten/kota yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya.
“Pengambilan data TPS rawan ini dilakukan selama 6 hari, yaitu pada 10-15 November 2024,” ujar Rustam melalui rilis resmi Bawaslu Kaltara, Kamis (17/11/2024).
Rustam menyebutkan, variabel dan indikator potensi TPS rawan itu meliputi penggunaan hak pilih, keamanan, politik uang, politisasi SARA, netralitas, logistik, lokasi TPS, serta jaringan listrik dan internet.
Tujuh indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi itu terdiri dari 361 TPS yang terdapat DPTb, 330 TPS yang terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT, 216 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS.
Kemudian, 203 TPS yang terdapat KPPS pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas, 202 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah TMS, 136 TPS yang terdapat potensi pemilih MS tapi tidak terdaftar di DPT atau potensi DPK, serta 124 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS.
Sedangkan sembilan indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi meliputi 62 TPS sulit dijangkau, 52 TPS yang terdapat riwayat PSU/PSSU, 22 TPS yang didirikan di wilayah rawan bencana, 21 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon (paslon) dan/atau posko tim kampanye paslon.
Lalu 20 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilihan, 17 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilihan, 14 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilihan, 11 TPS di dekat wilayah kerja, serta 10 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan.
Sedangkan tujuh indikator potensi TPS rawan yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi itu terdiri dari 9 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih, 9 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS, 9 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik.
Lalu 6 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS, 5 TPS di lokasi khusus, 1 TPS yang terdapat riwayat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar lokasi TPS, serta 1 TPS yang terdapat petugas KPPS berkampanye untuk paslon. (iwk/har)