• Senin, 22 Desember 2025

Kilas Balik Pernikahan Mubarakah Ponpes Hidayatullah 11 Tahun Lalu; Lima Hari Tanpa Malam Pertama

Photo Author
- Rabu, 30 Oktober 2024 | 14:45 WIB
 FOTO TERKINI: Masjid Nurul Mukhlisin, Hidayatullah, GunungTembak, lokasi pernikahan mubarak khusus pengantin dan tamu undangan putri.    (DOKUMENTASI PONPES HIDAYATULLAH)
FOTO TERKINI: Masjid Nurul Mukhlisin, Hidayatullah, GunungTembak, lokasi pernikahan mubarak khusus pengantin dan tamu undangan putri. (DOKUMENTASI PONPES HIDAYATULLAH)

“Waktu saya nikah itu (2002) disaksikan gubernur Kaltim (Suwarna Abdul Fatah). Gubernur mau melihat proses saat santri membawa mahar kepada santri putri,” katanya. Ini jadi kesempatan bagi Ghofur untuk melihat istrinya duluan dibanding peserta lain.

“Waktu pertama kali saya lihat, kok bayangan saya istri saya orangnya kecil,” katanya, mengenang. Kembali dari proses pemberian mahar, dia sempat termenung di asrama putra.

“Enggak salahkah itu istri saya? Bayangan saya sebelum pertemuan itu, istri saya itu orangnya besar,” tuturnya.

Baca Juga: Kilas Balik Pernikahan Mubarakah Ponpes Hidayatullah 11 Tahun Lalu; Jodoh di Tangan Ustaz 

Bayangan itu menggelitik pikiran pria yang punya nama kecil Paryadi ini, dari sebelum Zuhur hingga Ashar. Setelah salat Ashar, semua peserta nikah massal angkatan Ghofur dipertemukan dengan pasangan mereka.

Dia tak sabar menunggu momen ini. Ingin memastikan, seperti apakah gerangan calon ibu dari anak-anaknya kelak.

Setelah bertemu istrinya, ternyata tak seperti dalam pikiran sebelumnya. Saryati tak kecil, seperti kesan pada pandangan pertama. Tubuhnya proporsional. Apakah dia tak salah lihat saat penyerahan mahar? 

“Enggak, saya enggak salah lihat. Memang itu istri saya. Mungkin pas itu (penyerahan mahar) lagi banyak orang, jadi istri saya itu kelihatan kecil,” katanya, tersenyum. Setelah pertemuan awal, Ghofur menyebut,”Istri saya itu sesuai. Lebih dari apa yang saya harapkan.”

Hari-hari pertama pernikahan, jadi momen Ghofur-Saryati saling mengenal. Tak ada malam pertama, seperti umumnya pengantin baru setelah dinyatakan sah menjadi suami-istri. Lima malam pertama setelah pernikahan tak ada bulan madu. 

Lima malam pertama bagi dia dan istrinya digunakan untuk berkenalan lebih mendalam. Saling tahu. Diskusi. Dalam bahasa gaul, saat inilah proses PDKT atau pendekatan. Bagaimana keluarga Ghofur dan Saryati, punya hobi apa, kebiasaan apa, saat sekolah seperti apa, dan apa saja prestasi yang pernah diraih.

Dan itu menjadi perbincangan yang seru dengan istri berduaan karena memang sama-sama baru tahu. Bahkan, setelah menikah mereka baru saling cari tahu, pasangan suka makan apa, hobi apa, kebiasannya bagaimana. Inilah proses yang disebut Ghofur pacaran setelah menikah.

”Apa makanan kesukaan, Mas?” tanya Saryati. ”Sayur singkong,” kata Ghofur. Belakangan, kata Saryati, Ghofur menyesal menjawab sayur singkong, karena terlalu jujur. Akhirnya, tujuh hari pertama pernikahan, mereka selalu makan nasi dan sayur singkong.

Cerita hari-hari pertama pernikahan mereka diungkapkan Saryati dengan bahasa tutur di buku Senandung Mahligai Mubarakah. Sebuah antologi kisah pernikahan di Ponpes Hidayatullah. Ada 30 santri putri yang bercerita pengalaman nikah mubarakah yang disusun oleh Mujahid M Salbu.

Antusiasnya proses saling mengenal, lima malam pertama setelah ijab kabul praktis tak ada bulan madu bagi Ghofur-Saryati. Pagi hingga sore, alumnus S-2, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta ini mengajar di pesantren.

Tak hanya jadi guru, dia juga dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah yang satu kompleks di ponpes Gunung Tembak.  

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Faroq Zamzami

Tags

Rekomendasi

Terkini

X