Kemudian dilanjutkan istikharah dari para peserta. Inilah yang kata Zainuddin Musaddad, pimpinan Ponpes Hidayatullah Balikpapan, sebagai puncak kepasrahan. Mereka meminta bantuan Allah agar apa yang ditakdir di Lauhul Mahfuz dijadikan di bumi. Walaupun bagi orang awam kesannya mustahil, karena calon mempelai tak pernah bertemu muka sebelumnya.
“Dalam proses ini, ada kepasrahan yang sama antara mempelai putra dan putri. Ini proses mental yang panjang, tentu tak kelihatan seperti apa prosesnya,” kata peserta nikah massal 47 pasangan pada 1991 ini.
Dia menegaskan, dalam proses nikah massal, pekerjaan dan penghasilan tidak jadi pertimbangan. Tak ada pertanyaan berapa gaji. Karena dia meyakini, santri-santri punya motivasi yang besar untuk peningkatan ekonomi saat mereka sudah berkeluarga kelak. (far)