KABUL- Ketegangan baru muncul antara Amerika Serikat (AS) dan Afghanistan setelah Taliban menolak mentah-mentah permintaan Presiden AS Donald Trump, untuk menyerahkan kembali Pangkalan Udara Bagram, bekas markas militer terbesar AS selama perang 20 tahun di Afghanistan.
Dalam pernyataan resminya, Taliban menegaskan bahwa kedaulatan dan integritas teritorial Afghanistan adalah 'harga mati' dan memperingatkan Washington agar tidak mengulang pendekatan keliru di masa lalu.
“Kebijakan yang realistis dan rasional seharusnya diutamakan,” tegas pemerintah Taliban, Minggu (21/9) dilansir via Al-Jazeera. Trump, yang tengah gencar mengkritik penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 2021 di era Joe Biden, mengungkapkan keinginannya menguasai kembali Bagram. Ia bahkan melontarkan ancaman.
“Kami menginginkannya kembali segera. Kalau tidak, kalian akan tahu apa yang akan saya lakukan," ungkapnya. Pernyataan Trump disampaikan dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pekan lalu, sekaligus menyindir posisi geopolitik Bagram.
Menurutnya, lokasi pangkalan yang hanya berjarak sekitar satu jam dari Lop Nur, lokasi uji coba nuklir China di Xinjiang, menjadikan fasilitas itu “terlalu strategis untuk dilepas.”
Bagram, yang berlokasi 50 km utara Kabul, dibangun Uni Soviet pada 1950-an dan kemudian direvitalisasi oleh AS pasca invasi 2001. Pangkalan ini memiliki landasan pacu sepanjang hampir 3,6 km, cukup untuk mengoperasikan pesawat pembom strategis maupun kargo berat.
Selama masa pendudukan, ribuan orang ditahan di fasilitas tersebut tanpa pengadilan, sebagian besar dilaporkan mengalami penyiksaan. Namun, bagi Taliban, Bagram adalah simbol kemenangan atas kekuatan asing.
“Kesepakatan atas sejengkal tanah Afghanistan tidak mungkin terjadi. Kami tidak membutuhkannya,” ujar Fasihuddin Fitrat, pejabat senior Kementerian Pertahanan.
Senada, pejabat Kementerian Luar Negeri Zakir Jalaly menambahkan, rakyat Afghanistan “tak pernah menerima keberadaan militer asing di tanah mereka sepanjang sejarah.” Sebagai informasi, sejak ditinggalkan pasukan AS pada Agustus 2021, Bagram kembali berada di bawah kendali penuh Taliban.
Upaya Trump untuk merebutnya kembali bukan hanya menyinggung isu kedaulatan Afghanistan, tapi juga berpotensi mengguncang keseimbangan geopolitik di Asia Tengah yang sudah rapuh, terutama dengan keterlibatan Tiongkok di kawasan tersebut. (*)