Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan kembali bahwa perang di Gaza belum akan berakhir sebelum kelompok Hamas dilucuti sepenuhnya. Ia juga secara mutlak mensyaratkan Jalur Gaza harus didemiliterisasi total.
Peringatan keras ini disampaikan Netanyahu dalam wawancara di stasiun televisi sayap kanan Channel 14, di tengah upaya rapuh untuk mempertahankan gencatan senjata kemanusiaan yang baru berjalan sepekan.
“Perang ini tidak akan selesai sampai Hamas dilucuti dan Gaza menjadi wilayah tanpa militer,” kata Netanyahu. “Ketika hal itu berhasil diselesaikan, mudah-mudahan dengan cara yang mudah, tapi kalau tidak, dengan cara yang sulit, barulah perang akan berakhir,” ujarnya menegaskan.
Ketegangan Pasca Pengembalian Jenazah Sandera
Pernyataan ini muncul sehari setelah Hamas menyerahkan dua jenazah sandera Israel. Pada Minggu (19/10), Pemerintah Israel mengumumkan identitas salah satu korban, yakni Ronen Engel (54 tahun), dan berjanji akan terus berupaya memulangkan semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang gugur.
Isu pemulangan jenazah para sandera hingga kini masih menjadi batu sandungan besar dalam pelaksanaan tahap pertama gencatan senjata. Israel menolak membuka kembali perlintasan Rafah, pintu utama antara Gaza dan Mesir, sebelum seluruh jenazah sandera dikembalikan.
Syarat Mutlak dan Respons Hamas
Netanyahu menegaskan bahwa tahap kedua gencatan senjata, yang mencakup pelucutan senjata Hamas dan demiliterisasi Gaza, merupakan syarat mutlak bagi berakhirnya konflik.
Di sisi lain, Hamas dilaporkan menolak tuntutan demiliterisasi tersebut dan justru berupaya menegaskan kembali kontrolnya di Gaza setelah jeda pertempuran.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada Sabtu (18/10) menyatakan telah menerima laporan kredibel bahwa Hamas berencana melakukan serangan terhadap warga sipil di Gaza, tindakan yang disebut Washington sebagai pelanggaran gencatan senjata.
Pernyataan terbaru Netanyahu diyakini banyak pihak memperlihatkan bahwa arah diplomasi menuju perdamaian permanen di Gaza masih jauh dari harapan. Dengan syarat pelucutan senjata dan demiliterisasi total, Israel ingin memastikan dominasi militer di wilayah itu. Ketegangan ini membuat gencatan senjata yang baru dimulai kembali berada di ujung tanduk, memperlihatkan rapuhnya keseimbangan antara diplomasi dan realitas perang yang belum benar-benar usai. (*)