kalimantan-timur

BELUM PASTI..!! Pembebasan Ba’asyir Dikaji Lebih Lanjut

Selasa, 22 Januari 2019 | 12:25 WIB

 Pengamat pemasyarakatan Leopold Sudaryono menyebutkan, memang ada beberapa masalah besar yang dilakukan pemerintah terkait dengan intervensi politik pembebasan Ba’asyir. Salah satunya mengenai latar belakang Ba’asyir sebagai residivis kasus terorisme. Tercatat, sudah dua kali Ba’asyir masuk penjara dalam kasus terorisme. Menurut Leopold, pemberian hukuman untuk residivis seharusnya diperberat dengan membatasi hak-haknya.

 Seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 yang telah mengatur syarat-syarat pemberian fasilitas untuk narapidana kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi dan terorisme.”Penerapan PP 99 tahun 2012 merupakan bentuk pengetatan syarat berganda pada napi teroris yang sudah melakukan kejahatan berulang,” jelas Leopold. Dia mengakui kondisi kesehatan Ba’asyir dan situasi lapas yang kurang manusiawi untuk narapidana lanjut usia harus mendapat perhatian serius.

 Hanya, perhatian itu harus dilakukan secara menyeluruh. ”Pemenjaraan seharusnya hanyalah mengambil kebebasan bergerak, namun dalam kondisi yang tetap bermartabat dan manusiawi,” imbuh dia. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara menyampaikan, di luar persoalan legalitas, pengampunan tanpa syarat kepada narapidana dengan dalih kemanusiaan juga hal yang menarik dikaji. Sebab kasus Ba’asyir merupakan hal baru. Maka, lanjutnya, wajar jika ada suara yang menyebut kebijakan itu sebagai langkah diskriminatif.

 Dalam kasus lain, lanjutnya, ada narapidana yang sudah lanjut usia dan juga memiliki gangguan kesehatan. Misalnya Ruben Pata Sambo, narapidana  kasus pembunuhan yang telah berusia 77 tahun dan selama kurang lebih 12 tahun telah masuk dalam daftar tunggu eksekusi. Namun tidak pernah dipertimbangkan dengan alasan kemanusiaan. ”Beliau gangguan kesehatan tepatnya pada salah satu panca inderanya,” ujarnya.

 Oleh karenanya, agar tidak menimbulkan kesan diskriminasi, ICJR mendorong pemerintah agar mengatur skema pemidanaan terhadap narapidana lansia secara baku. Apalagi, narapidana lansia memang sudah sepantasnya mendapatkan perlakuan khusus karena kondisi dan kebutuhannya yang berbeda.

 Anggara mengusulkan agar pemidanaan terhadap lansia dilakukan dengan sistem asimilasi bertahap dengan menjadikan rumah sebagai tempat pembinaan narapidana lansia. ”Momentum ini (rencana pembebasan Ba’asyir) bisa menjadi awal yang baik,” imbuhnya.

 Meski demikian, kata Anggara, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan. Misalnya adanya tim yang mengevaluasi kelayakan napi lansia berada di luar lapas. Hal itu dibutuhkan untuk menutup upaya penyalahgunaan kewenangan oleh aparat. 

Selain itu, diperlukan juha sistem pengawasan secara berkala oleh petugas. “Misalnya dengan cara petugas lapas yang berkunjung dengan frekuensi tertentu ke rumah napi lansia yang bersangkutan,” tuturnya. Anggara meyakni pembuatan peraturan tersebut dapat berlaku secara universal untuk seluruh napi lansia dan mencegah terjadinya diskriminasi terhadap kalangan napi tertentu. 

Berkaitan dengan persiapan yang sudah dilaksanakan oleh Polri, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol  Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa instansinya menugaskan Polda Jawa Tengah dan Polres Solo untuk memonitor aktivitas Ba’asyir apabila sudah bebas dan tinggal di Solo. ”Itu tugasnya Polres Solo. Koordinasinya ke Polda Jawa Tengah yang akan melaksanakan monitoring tersebut,” terang dia.

 Dedi juga menjelaskan, monitoring mantan narapidana kasus terorisme tidak hanya dilaksanakan oleh Polri. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga ikut memonitor. ”Dari BNPT sudah ada program deradikalisasi bekerja sama dengan MUI,” bebernya. Tidak hanya itu, pemerintah setempat dan tokoh masyarakat setempat juga turut dilibatkan. ”Melakukan sosialisasi, penyuluhan, dan dialog dalam rangka merubah mindset,” tambah dia. 

Jenderal polisi dengan satu bintang di pundak itu memastikan bahwa monitoring yang dilaksanakan oleh kepolisian bersama instansi lainnya bisa mendeteksi gerakan sekecil apapun. Pun demikian dengan aktivitas sel tidur teroris. ”Sudah dilakukan mapping, profiling, dan controlling sudah dilakukan oleh polda-polda sekitar. Dan tim akan terus bergerak,” beber Dedi. Apalagai saat ini sudah ada undang-undang terorisme. (far/jun/syn/tyo)

Halaman:

Tags

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB