Sebuah perjalanan yang membawa hikmah yang memperkaya batinnya. Tentang wanita dan cinta tergambar dalam cerpen “Pesan Rindu dari Kathmandu”, “Perjumpaan di Candi Prambanan”, “Bagaimana Rasanya Dicium Artis Setenar Desy Ratnasari?”, dan “Suatu saat di Anaheim”.
Cerpen “Pesan Rindu dari Kathmandu” berkisah perjalanan mengikuti konferensi yang akhirnya mempertemukannya dengan seorang wanita. Pada akhirnya pertemuan mereka hanya sebuah cerita tentang kegagalan menyatukan cinta karena perbedaan mendasar.
Bagaimana tiba-tiba perasaan cinta Anton Tri Widodo ambyar karena masalah ciuman pipi. Lagi-lagi tentang perbedaan, dalam cerpen “Bagaimana Rasanya Dicium Artis Setenar Desy Ratnasari?”.
Kisah cinta yang cukup tragis terdapat pada judul utama buku ini. Bertemu kembali dengan sahabat masa kuliah yang pernah menumbuhkan rasa cinta, yaitu Gita. Tokoh Aku dan Gita tak dapat bersatu karena masing-masing masih harus memilih jalannya sendiri-sendiri. Tak ada yang perlu disesali, kisah di relief Candi Prambanan bertambah satu lagi dengan terukirnya kisah tokoh Aku dan Gita.
Tema cerpen yang lekat dengan sosok pengarang adalah tentang hobi atau kegemaran pada dunia seni dan sastra. Kegemaran melukis, membaca buku, dan mengoleksi buku, terurai dalam cerpen “Dialog di Rumah Hatta”, “Galeri Librari Nurseri”, “Pada Sebuah Buku, pada Seorang Kawan”, “Puisi Guru dan Sekolah Laut”, dan “Pada Sebuah Pameran Lukisan”
Tentang Kota Bontang khususnya, dan Kaltim umumnya, sebagai tempat yang penting bagi sang penulis, tergambar dalam cerpen “Telah Kususuri Jalan Ini Lebih dari Seribu Kali”, “Aku akan Kembali ke Sangalaki”, dan “Cerita Sendu dari Marangkayu”.
Analisis dan penilaian tentang buku ini akan saya mulai dari judul. Secara teoritis sebuah judul cerita fiksi haruslah memenuhi beberapa syarat. Dari beberapa sumber bahwa panjang judul harus dibatasi, mudah diingat, dan menarik.
Beberapa judul pada buku ini terlalu panjang, tidak efektif. Cerpen dengan judul “Pada Sebuah Buku, pada Seorang Kawan” bisa disingkat menjadi “Buku dan Kawanku”. Judul cerpen “Telah Kususuri Jalan Ini Lebih dari Seribu Kali” akan lebih membuat penasaran menjadi “Jalan Seribu Kali” karena makna jalan pasti disusuri, jadi tak perlu digunakan.
Satu lagi cerpen dengan judul panjang “Bagaimana Rasanya Dicium Artis Setenar Desy Ratnasari?” bisa menjadi lebih singkat dan mengundang rasa penasaran dan lebih liar jika “Dicium Artis” atau “Makna Ciuman”.
Selain judul yang ditemukan di awal cerita, sudah terdapat beberapa kata dalam bahasa Jawa yang secara penulisan sudah tepat dicetak miring, tetapi sayangnya tidak ada penjelasan berupa catatan kaki tentang maknanya.
Sesuai judul resensi ini, “Cerpenku Kisah Hidupku”, keenam belas cerpen bisa saya pastikan berkisah tentang pengarangnya. Hampir semua cerpen dengan sudut pandang pengarang sebagai pelaku utama. Ayu Utami dalam bukunya Menulis dan Berpikir Kreatif mengatakan, karakter dari diri sendiri sah-sah saja bagi penulis pemula. Tetapi jika kita akan punya banyak karya, itu berisiko membosankan. Berani melakukan riset untuk bisa membayangkan karakter di luar diri sendiri.
Hanya tiga cerpen dengan sudut pandang orang ketiga, yaitu munculnya tokoh Mukri, Anton, dan Dia (Lelaki Tua). Walaupun dengan sudut pandang orang ketiga masih tampak bahwa pengarang pun menjadi bagian dari cerita tersebut. Jadi, testimoni pada buku ini pun menegaskan penilaian ini.
Latar cerita kota Jogjakarta, desa dekat pabrik gula, Bontang, Kaltim, Tiongkok, Kathmandu, Amerika, dan beberapa tempat dalam cerpen ini adalah tempat yang pernah dijelajahi penulisnya. Kekayaan wawasan sang penulis tergambar jelas ketika ia menghubungkan semua tempat yang didatanginya dengan buku yang pernah dibacanya, dihubungkan dengan pengalaman masa kecilnya, atau dihubungkan dengan ilmu pengetahuannya.
Pengarang adalah seorang pengingat yang sangat baik. Segala hal remeh-temeh pun dapat diceritakan dengan baik. Sangat detail dalam melukiskan latar cerita menjadi kelebihan buku ini. Menurut penulis Ayu Utami, deskripsi yang bagus adalah yang data-datanya membangun makna tertentu dengan jitu. Nah, seorang Sunaryo Broto berhasil melakukan itu.
Kumpulan cerpen ini adalah kenangan manis dalam untaian kalimat yang mengalir apa adanya tanpa bermaksud untuk dilebihkan atau dikurangkan. Seandainya pengarang berani membelokkan sedikit kisah hidupnya akan mengubah pandangan bahwa kisah cerpen ini adalah sebuah dokumentasi perjalanan hidup atau biografi dalam bentuk cerita.