Kelainan genetik yang paling dikenali dan umumnya terjadi adalah Down syndrome. Down Syndrome, yang juga dikenal sebagai trisomi genetik, terjadi ketika terjadi penambahan kromosom pada kromosom 21. Ini adalah gangguan genetik yang terjadi sejak bayi lahir, dimulai dari tahap embrio, yang disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan sel yang disebut non-disjunction embrio. Biasanya, ini mengakibatkan dua salinan kromosom 21, tetapi pada Down Syndrome, terjadi penambahan salinan ketiga pada kromosom 21.
Baca Juga: Ikatan Batin Ibu dan Anak Pengaruhi Tumbuh Kembang Bayi
Akibatnya, bayi dengan Down Syndrome memiliki total 47 kromosom, tidak seperti bayi normal yang memiliki 46 kromosom. Kromosom tambahan menghasilkan kelebihan protein pada jenis protein tertentu, mengganggu pertumbuhan normal dan menyebabkan perubahan dalam perkembangan otak yang sudah diatur sebelumnya. Dampak lainnya termasuk keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, kesulitan belajar, gangguan jantung, dan risiko penyakit seperti leukemia atau kanker darah. Dr. John Langdon Down pertama kali mengidentifikasi kelainan yang mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan fisik dan gangguan mental.
Ciri-ciri yang khas termasuk kepala kecil, proporsi tubuh yang pendek untuk tinggi badan, dan hidung datar yang sering dihubungkan dengan orang-orang yang mengalami kondisi ini, dulu sering disebut mongolisme. Nama kelainan ini kemudian direvisi oleh para ahli di Eropa dan Amerika, diadopsi sebagai "Down Syndrome" yang masih digunakan hingga sekarang.
Gejala Klinis
Gejala fisik anak dengan Down Syndrome seringkali mirip, namun tidak identik di setiap kasus karena faktor genetik dari orang tua dan keluarga. Seperti anak-anak pada umumnya, mereka membutuhkan konseling, namun perhatian mereka mungkin sedikit berbeda. Perkembangan mereka membutuhkan waktu dan terjadi secara bertahap sesuai dengan kemampuan individu masing-masing.
Anak-anak yang memiliki Down Syndrome seringkali didiagnosa sejak lahir. Mereka biasanya memiliki berat dan panjang lahir yang normal, namun memiliki kelemahan otot mulai dari wajah hingga jari kaki. Ciri-ciri fisik yang khas termasuk kepala yang pendek dan tidak seimbang, dataran pada bagian belakang kepala, wajah yang kurang berkembang, hidung yang datar di antara kedua mata, kelopak mata yang cenderung datar ke atas, lipatan pada sudut mata, mulut yang kecil, namun lidah yang mungkin lebar atau tipis. Tangan mereka biasanya pendek dengan garis telapak tangan horizontal yang biasa disebut garis simian, dan jari-jari kaki pertama mungkin terpisah lebih jauh dari yang lainnya.
Masalah Kesehatan Anak Down Syndrome
Anak-anak yang mengalami Down Syndrome sering mengalami berbagai kelainan, termasuk masalah pada jantung, pembuluh darah, pendengaran, hormon, penglihatan, keganasan, dan tulang. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan potensi dan kualitas hidup mereka, sangat penting untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini dan memberikan penanganan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dengan optimal.
1. Sebagian besar bayi yang lahir dengan Down Syndrome memiliki kelainan jantung bawaan, dengan sekitar 40-60% kasus dilaporkan memiliki berbagai macam kelainan seperti Isolated Mitrall dan defek kanal atrioventrikuler komplit (60%). Untuk mendeteksi kelainan jantung ini, pemeriksaan echocardiography merupakan langkah yang dianjurkan. Anak-anak di bawah usia 3 tahun lebih rentan terhadap kelainan jantung dibandingkan dengan yang lebih tua, dan seringkali anak-anak ini memiliki lebih dari satu kelainan jantung. Gejala serius dari kelainan jantung bisa muncul setelah bayi berusia di atas 8 bulan, dengan sekitar 50?yi yang lahir dengan Down syndrome mengalami Penyakit Jantung Bawaan (PJB). Gangguan pada endokardium, seperti sistem atrium ventrikel yang terganggu, merupakan kelainan yang paling umum, mencapai sekitar 40?ri total pasien, sementara defek septum ventrikel ditemukan pada sekitar 35% pasien secara keseluruhan.
2 Gangguan hormon yang sering ditemui pada anak dengan sindrom down terutama terkait dengan perkembangan dan pertumbuhan, meliputi masalah pada hormon gonad dan tiroid.
3. terdapat hubungan antara Down Syndrome dan risiko terkena leukemia serta kelainan darah lainnya.
4. Leukemia yang paling umum terjadi pada anak-anak dengan Down Syndrome yang berusia di bawah 3 tahun adalah tipe non limfositik. Meskipun demikian, anak-anak dengan Down Syndrome biasanya memberikan respons yang baik terhadap terapi standar, dengan tingkat remisi mencapai sekitar 80%. Selama periode neonatal, sekitar 10?ri pasien dengan Down Syndrome dapat mengalami reaksi leukemoid yang dalam beberapa kasus dapat berkembang menjadi leukemia mieloid akut.