Dia sering memberi edukasi kepada jurnalis dan praktisi yang menghadiri kyushoku (belajar makan siang di sekolah) dalam skala lokal di Jepang ataupun internasional.
Baca Juga: Sosialisasi Masih Minim, Banyak Warga Tidak Tahu Program Cek Kesehatan Gratis
Dengan adanya kesempatan ini, diharapkan pemangku kepentingan dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan guna mensukseskan MBG di Indonesia.
Dalam pemaparannya, Prof Naomi Aiba menyampaikan, Shokuiku (pendidikan pangan dan gizi) di sekolah, memberikan anak-anak pengetahuan tentang makanan dan santapan.
Mereka dilatih untuk membuat keputusan yang tepat terkait makanan.
“Anak-anak juga didorong untuk memimpin dalam membuat pola makan sehat untuk diri mereka sendiri dan orang lain sebagai bagian dari inisiatif Shokuiku,” katanya.
Lebih luas, dia menyebut, kondisi gizi bukan merupakan masalah sektoral, domestik atau regional.
Baca Juga: Tinjau Puskesmas di Samarinda, Gibran Irit Bicara
Tetapi menjadi masalah lintas bangsa, bahasa, dan teritori.
Terkait dengan masalah gizi, perlu diperhatikan jumlah orang yang mengalami obesitas karena nutrisi yang tidak sesuai.
Di sisi lain, banyak juga manusia yang mengalami kondisi gizi buruk sehingga Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index = BMI) di bawah standar ideal yang merupakan hasil dari kurangnya asupan kebutuhan gizi.
Data dari WHO memberikan gambaran betapa komposisi anak yang mengalami stunting hampir empat kali lipat dari jumlah anak yang mengalami obesitas.
Bahkan masih banyak anak yang kondisi tubuhnya terlalu kurus.
Keadaan yang tidak baik saat ini akibat dari masalah di atas menjadi tugas yang memerlukan tindakan.
Sementara itu, sebagai penentu dalam pelaksanaan MBG ini, Badan Gizi Nasional melalui Deputi Promosi dan Kerja Sama Dr Nyoto Suwignyo memberi informasi yang lebih dalam lagi dari sisi regulasi dan target pemerintah sehingga masyarakat umum dapat mengetahui secara lebih lengkap.