Sultan pun mengharapkan masukan dari para civitas akademika FALTL Usakti, agar RUU Perubahan Iklim bisa semakin kaya sekaligus kian membuka ruang kolaborasi lintas stakeholder dalam tataran implementasinya.
Baca Juga: Prabowo Beri Pesan ke Seluruh Instansi: Siapa yang Bandel, Saya akan Tindak!
Senada dengan Sultan, Direktur Pertamina Geothermal Energy, Edwil Suzandi, mengatakan transisi menuju energi hijau merupakan agenda yang harus dilakukan, seiring menipisnya energi fosil.
Diungkapkannya, pengembangan energi hijau memang membutuhkan waktu, investasi, dan dukungan dari negara melalui kebijakan yang kuat.
Edwil mengakui, pengembangan EBT di Indonesia masih belum bergulir kencang. Infrastruktur – terutama di area ring of fire (cincin api) sebagai sumber geothermal – masih terbatas.
Selama ini, kebijakan pun belum mendukung. Karena itu, RUU Perubahan Iklim yang diinisiasi DPD RI merupakan instrumen hukum yang penting.
Ke depan, Edwil berharap EBT menjadi penopang utama energi Indonesia. Baik geothermal, microhydro, maupun tenaga surya.
Baca Juga: Mobil Terbakar Jadi Bukti Pengetap Masih Merajalela di Samarinda
Apalagi Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia yang mengembangkan energi panas bumi. Cadangan geothermal RI terdeteksi 24 Giga Watt, sedangkan yang terpasang baru sekitar 2 Giga Watt.
Ia optimistis UU Perubahan Iklim akan semakin memperkuat transisi energi dan pengembangan EBT di Indonesia.
Saya berharap harmonisasi agenda kedaulatan pangan dengan pengurangan emisi bisa diwujudkan dengan kesungguhan memperkuat energi hijau (EBT).
Serta mendorong pembukaan lahan untuk ekstensifikasi (cetak sawah baru) perlu dilakukan secara bijak dan hati-hati.
Pemerintah bisa memanfaatkan kawasan eks tambang, eks HPH non produktif, juga lahan gambut. Tentunya dengan treatment serius sebagai prakondisi penanaman.
Baca Juga: Culture Shock di Penajam Paser Utara, Kabupaten Penyangga Ibu Kota Nusantara
RUU Perubahan Iklim merupakan solusi politik yang kuat dalam mengawal agenda hijau strategis jangka panjang Indonesia.
Dampak Positif bagi Pegiat Teknologi
Pada kesempatan yang sama, Arfan Arlanda, selaku CEO Jejak.in - mengatakan sejak 2018 ia mendirikan perusahaan teknologi yang bergerak di bidang sustainability. Termasuk mengurus iklim dan karbon.
Jejak.in menyediakan jasa menghitung emisi perusahaan (bisnis) menggunakan teknologi dan bisa di-track, membantu carbon project dalam hal akuntabilitasnya melalui proses yang kredibel, hingga melakukan trading part melalui direct trading.
Arfan menilai RUU Perubahan Iklim berdampak sangat positif bagi pegiat teknologi. Utamanya dalam empat hal.
Pertama, integrasi data, di mana pemerintah bisa mengatur batas atas emisi dengan harapan data bisa dicapture lebih cepat dan akurat.
Kedua, transparansi dan kredibilitas. Ketiga, meningkatkan potensi kolaborasi, termasuk di ranah publik di luar G to G dan B to B. Keempat, monitoring hal-hal yang berhubungan dengan climate.
Rahman Andra Wijaya – Direktur Urban Plus - yang merupakan Arsitek Lanskap Kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjelaskan, IKN merupakan contoh tata perencanaan terpadu yang melibatkan banyak sektor keilmuan.
Baca Juga: Belajar Program Makan Siang Bergizi dari Jepang yang Sudah Dimulai Sejak Ratusan Tahun Lalu
Penegakan regulasi untuk menjadikan kawasan berdampak pada perbaikan ekologi harus berdasarkan pada nature base kawasan tersebut.