TANJUNG REDEB - Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Berau, Djupiansyah Ganie mengatakan, pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak hotel trennya naik dalam tiga tahun terakhir. Sejak 2021, ada kenaikan rata-rata Rp 2 miliar setiap tahunnya. Pada 2021, terdata pajak hotel Rp 2 miliar, meningkat jadi Rp 6 miliar pada 2023.
“Secara tren sudah positif, mulai naik setiap tahunnya pendapatan dari pajak hotel ini,” paparnya. Salah satu faktor yang mendukung adalah akses menuju Berau semakin mudah. Masuknya penerbangan dengan menggunakan pesawat besar garapan Batik Air dari Jakarta dan Surabaya secara langsung ke Berau turut menyumbang peningkatan pendapatan melalui pajak hotel.
Baca Juga: Jangan Ragu ke Bidukbiduk, Harga Paket Wisata Tinggi Ditepis, Kemunculan Buaya Dibantah
“Apalagi, penerbangan saat ini semakin mudah, namun kita harap harga (tiket pesawat) bisa lebih murah sehingga minat orang datang bisa tinggi,” ujarnya.
Penarikan pajak hotel dipatok 10 persen dari nilai jual kamar hotel/penginapan per malamnya. Dan ketetapan itu, kata Djupi mengikat pada jenis dan tipe hotel atau penginapan apapun.
“Jadi, baik dia hotel ataupun penginapan, itu tetap 10 persen,” terangnya. Djupi menerangkan, berdasarkan data yang dikelola Bapenda Berau, terdapat 129 hotel dan penginapan yang terdata dan melaporkan pajak hotel kepada pemerintah.
“Memang pengelolaan beragam, karena tidak semua penyedia penginapan bisa mengelola penginapan mereka secara kredibel,” paparnya.
Baca Juga: Optimalisasi Pemasukan, Diskoperindag Berau Perketat Penarikan Retribusi Pasar SAD
Diterangkan, penginapan dan resor yang melayani di Pulau Maratua, sejauh ini merupakan yang terbaik. Sebab, pengelola sudah menerapkan manajemen yang sehat, sehingga pembukuan tamu lebih rapi dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Mereka kan rata-rata dikelola secara profesional, ada pegawai khusus, tercatat jadi pembukuannya lebih kredibel,” ungkapnya.
Berbeda dengan pengelola penginapan yang masih dijalankan secara konvensional. Dikarenakan keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia (SDM), sehingga pengelola masih berbasis “kekeluargaan” menyebabkan pendataan kamar jual kerap selisih dan tidak maksimal.
“Perbedaan itu terus kita upayakan, dan kita memahami keterbatasan teknologi dan SDM yang ada,” jelasnya.
Hal ini, tentu menjadi celah kebocoran PAD dari pajak hotel untuk penginapan yang masih secara konvensional dikelola masyarakat.
Baca Juga: Jatah Bertambah, Berau Dapat 161 Jamaah