PROKAL.CO, SAMARINDA - Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) menggelar Seminar dan Peluncuran Buku berjudul “Jejak Edi Damansyah dalam Politik Elektoral: Dipilih Mayoritas Rakyat Kukar, Dibatalkan MK” pada Selasa (9/9/2025), bertempat di Integrated Laboratory (I Lab) Unmul, Kota Samarinda.
Buku ini mengulas perjalanan politik Edi Damansyah, mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) periode 2020–2024, dalam kontestasi Pilkada 2024 yang dimenangkan secara mayoritas namun kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Edi Damansyah menyampaikan rasa terima kasih kepada peserta, narasumber, dan penulis buku. Ia menegaskan, penerbitan buku tersebut bukan untuk kepentingan politik, melainkan sebagai sumbangsih akademik.
“Saya tegaskan lagi bahwa buku ini tidak ada tujuan lain. Ini hanya untuk memperkaya khazanah akademik dan ilmu pengetahuan, tentunya dari peristiwa yang saya alami di Kutai Kartanegara. Harapannya bisa menjadi bahan perbaikan kebijakan terkait pemilu kepala daerah,” ujarnya.
Mantan orang nomor satu di kukar itu juga menceritakan proses panjang yang dilaluinya, mulai dari pendaftaran Pilkada 2024 yang sempat digugat ke Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin, hingga Mahkamah Agung. Namun, semua gugatan tersebut dinyatakan clear dan sejalan dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pilkada 27 November 2024, ia bersama pasangannya meraih 68,5 persen suara sah atau 259.489 suara. Namun, hasil itu kemudian digugat lawan politik ke MK, yang akhirnya membatalkan kemenangannya dengan alasan perhitungan masa jabatan.
Edi berharap pengalaman yang dituangkan dalam buku ini dapat menjadi pembelajaran bagi akademisi dan mahasiswa.
“Harapan saya supaya tidak ada lagi anak-anak bangsa atau putra-putri daerah yang mengalami kondisi seperti yang kami alami. Saya ingin peristiwa ini dicatat sebagai pembelajaran, bukan untuk tujuan lain,” tegasnya.
Sementara itu, Pengamat hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah atau Castro, menilai penerbitan buku tersebut penting untuk mendokumentasikan isu-isu kontroversial, terutama soal regulasi masa jabatan kepala daerah.
“Sebagai sebuah diskursus akademik, buku ini penting untuk merekam peristiwa Pilkada kemarin. Harapannya bisa jadi masukan bagi pemerintah dalam memperbaiki regulasi ke depan, terutama soal masa jabatan kepala daerah yang selama ini kerap menimbulkan polemik,” jelas Castro.
Ia menegaskan, dukungannya bukan pada figur Edi Damansyah secara personal, melainkan pada gagasan yang diangkat, terutama sikap penolakannya terhadap politik dinasti.
“Politik dinasti itu erat kaitannya dengan korupsi. Itu sebabnya kami menganggap sikap Pak Edi menolak politik dinasti penting untuk disampaikan ke publik,” ujarnya.
Sebagai catatan, MK dalam Putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023 menegaskan masa jabatan kepala daerah dihitung apabila telah dijalani setengah atau lebih dari setengah periode, baik oleh pejabat definitif maupun pelaksana tugas.