• Senin, 22 Desember 2025

Jadi Sorotan, SMAN 10 Samarinda Jual Baju Tembus Rp1 Juta, Ini Kata Plh Kepala SMAN 10 Samarinda

Photo Author
- Senin, 21 Juli 2025 | 10:39 WIB
SMAN 10 Samarinda mendapat sorotan terkait penjualan seragam yang mencapai jutaan rupiah.
SMAN 10 Samarinda mendapat sorotan terkait penjualan seragam yang mencapai jutaan rupiah.

SAMARINDA- Diketahui bahwa beberapa orangtua siswa baru di SMAN 10 Samarinda mengeluhkan kewajiban pembayaran kain dan ongkos jahit seragam sekolah yang dinilai memberatkan. Keluhan tersebut mencuat menyusul informasi bahwa mereka diminta membayar hingga Rp1,4 juta untuk kain seragam, namun hingga kini belum seluruh kain diterima.

Tak hanya itu, orang tua siswa kelas X juga diminta membayar biaya jahit seragam sebesar Rp1.050.000. Biaya tersebut diperuntukkan untuk pembuatan beberapa jenis seragam sekolah, di antaranya baju pramuka, pakaian dinas harian (PDH), baju Ta’wo, dan rok putih.

Baca Juga: Kritik Proses Pembahasan Pokir, Ketua Komisi III DPRD Kaltim Pilih Walkout

Pelaksana Harian (Plh) Kepala SMAN 10 Samarinda, Fannanah Firdausi, membenarkan adanya pembayaran tersebut. Ia menjelaskan bahwa pengadaan kain dan kerja sama dengan pihak penjahit merupakan kebijakan dari manajemen sekolah sebelumnya.

“Informasi dari ketua koperasi dan pengawas koperasi SMAN 10, memang ada beberapa nama yang disebutkan terlibat dalam pengadaan kain dan penyediaan penjahit saat daftar ulang siswa baru,” ucapnya.

Ketua Koperasi SMAN 10 Samarinda, Suyanto, mengungkapkan bahwa pengadaan kain seragam sebenarnya ditangani oleh manajemen lama. Sekolah, kata dia, hanya memberi informasi kepada orangtua siswa mengenai lokasi pengambilan kain, yakni di tempat penjahit yang beralamat di Jalan Azis Samad, Kenari Blok F Nomor 11, RT 36.

“Saat ini pihak sekolah terus berkoordinasi dan mendorong pihak penjahit agar pesanan kain segera diselesaikan, sehingga para siswa bisa segera mengenakan seragam mereka,” ujar Suyanto.

Temuan dugaan pungutan pembelian seragam dan ongkos jahit di SMA Negeri 10 Samarinda yang mencapai lebih dari Rp2,5 juta menjadi sorotan publik, pasalnya pertanyaan muncul selaras dengan memastikan keberadaan program gratispol Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dan Wakilnya Seno Aji.

Pengamat Hukum yang juga Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Herdiansyah Hamzah turut mengkritisi temuan DPRD Kaltim tersebut. Ia menilai bahwa dugaan itu jika benar harus dapat tindakan tegas dan sanksi.

“Pada dasarnya harus di tindak tegas, kalau kemudian hal semacam itu dibiarkan dan tanpa diberikan sanksi sama sekali pasti tidak akan ada efek jera,” tegasnya Sanksi tegas itu dilayangkan bisa beberapa unsur, jika seperti fenomena pemungutan diluar dari pada ketentuan berlaku, maka dapat memenuhi unsur tindak pidana.
“Kalau ditarik, ini bisa masuk dalam klasifikasi tindak pidana, dengan kategori pemerasan. Seharusnya hal seperti ini sudah tidak ada lagi, lantaran gratispol sudah meringankan beban pendidikan tanpa ada pungutan,” bebernya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi IV, Darlis Pattalongi, menyampaikan keprihatinannya terhadap laporan masyarakat mengenai besarnya biaya yang dibebankan kepada siswa. Ia menegaskan bahwa praktik penjualan seragam oleh pihak sekolah bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan tidak semestinya dilakukan. Menurutnya, kebijakan seperti ini dapat menghambat upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah.

Darlis meminta agar pihak sekolah, terutama manajemen baru SMAN 10, segera mengambil langkah investigasi dan menuntaskan masalah tersebut secara terbuka. Meskipun kasus ini bermula saat sekolah masih berlokasi di kawasan Education Center, ia menekankan bahwa tanggung jawab tetap berada di tangan pengelola sekolah saat ini.

“Kami ingin penyelesaian dilakukan secara transparan. Jika ada orang tua yang sudah membayar namun belum menerima barang atau tidak ada kejelasan, maka uang tersebut harus dikembalikan,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan para wali murid agar tidak mudah percaya jika diminta mentransfer dana ke rekening pribadi, karena hal tersebut rentan disalahgunakan. Sekolah, menurut Darlis, seharusnya fokus pada pengembangan akademik, bukan malah membebani orang tua dengan pungutan tidak resmi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: sapos.co.id

Rekomendasi

Terkini

X