LONDON – Satu hal buruk bagi Chelsea dari sanksi pemerintah Inggris terhadap pembekuan aset Roman Abramovich adalah tertutupnya sumber pemasukan klub. Penjualan klub menjadi tidak menentu, para sponsor ingin pergi, hingga dilarangnya aktivitas transfer serta penjualan tiket dan merchandise. Kehilangan itu semua tentu membebani biaya operasional klub.
”Kami meminta kepada Chelsea untuk menyudahi kerja sama serta melepas logo kami di jersey dan seluruh fasilitas yang ada di Stamford Bridge sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.” Begitu bunyi pernyataan Three selaku sponsor utama Chelsea yang terpampang di bagian dada jersey. Nike sebagai sponsor apparel turut mempertimbangkan untuk menyudahi kontrak.
Namun, seperti dilansir Daily Star, masih ada satu jalur yang bisa jadi harapan Chelsea untuk meringankan biaya operasional mereka. Yakni, penjualan makanan dan minuman dalam laga di Stamford Bridge.
Setiap kali Chelsea memainkan laga kandang, rerata pemasukan dari penjualan makanan dan minuman adalah GBP 20 ribu (Rp 374 juta). Hanya, nominal itu sudah pasti tergerus lantaran yang bisa menonton laga Chelsea adalah pemilik tiket terusan. Itu pun bagi mereka yang sudah membeli sebelum 10 Maret 2022.
Nominal tersebut jelas tak sebanding dengan rerata gaji pemain Chelsea yang mencapai GBP 154.713 (Rp 2,89 miliar) per pekan. Apalagi, dibandingkan dengan pengeluaran tahunan The Blues.
Berdasar laporan Deloitte, operasional Chelsea musim lalu mencapai GBP 456 juta (Rp 8,53 triliun). Lebih besar ketimbang pemasukan musim lalu, GBP 437 juta (Rp 8,18 triliun). Pengeluaran yang paling banyak adalah gaji pemain, yakni lebih dari 75 persen atau GBP 334 juta (Rp 6,25 triliun).
Beruntung, meski klub dalam situasi sulit, Chelsea masih bisa mengalahkan Norwich City 3-1 dalam laga tunda Premier League di Carrow Road kemarin (11/3). ”Selama masih memiliki cukup jersey dan bus untuk pergi ke pertandingan, kami tetap akan memberikan yang terbaik (di lapangan),” ucap tactician Chelsea Thomas Tuchel di laman resmi klub. (io/c7/dns)