• Senin, 22 Desember 2025

Biden Kritik Motif Netanyahu Serang Gaza, Slovenia Akui Kedaulatan Palestina

Photo Author
Faroq Zamzami
- Kamis, 6 Juni 2024 | 10:45 WIB
Warga Palestina berjalan di antara puing-puing bangunan yang hancur saat mereka kembali ke rumah setelah pasukan Israel mundur dari Jabalia, Gaza pada 02 Juni 2024. (ANTARA/Anadolu/ Dawoud Abo Alkas /
Warga Palestina berjalan di antara puing-puing bangunan yang hancur saat mereka kembali ke rumah setelah pasukan Israel mundur dari Jabalia, Gaza pada 02 Juni 2024. (ANTARA/Anadolu/ Dawoud Abo Alkas /

Prokal.co, WASHINGTON - Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Israel terus merenggang. Presiden AS Joe Biden bahkan menuding langsung PM Israel Benjamin Netanyahu. Langkah Netanyahu memperpanjang serangan di Gaza dilakukan demi menyelamatkan posisi Netanyahu secara politis.

Dilansir dari Agence France-Presse (AFP), Biden menyebut memiliki ketidaksepakatan besar dengan Netanyahu terkait masa depan Gaza pascakonflik. Menurut Biden, Israel telah melakukan tindakan tidak pantas selama serangan di Gaza. ''Ada banyak alasan bagi orang-orang untuk menarik kesimpulan tersebut,'' ujar Biden.

Dia mengakui, hubungannya dengan Netanyahu masih dingin. Sebab, keduanya berselisih terkait dengan posisi negara Palestina.

''Ketidaksepakatan terbesar saya dengan Netanyahu adalah apa yang terjadi setelah... Gaza berakhir? Apa, kembali ke apa? Apakah pasukan Israel masuk kembali?'' katanya. ''Jawabannya, kalau begitu, tidak bisa,'' jelas pemimpin 81 tahun itu.

Di sisi lain, DPR AS mengadakan pemungutan suara kontroversial. Mereka sepakat untuk menjatuhkan sanksi terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Itulah respons dari jaksa ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada Netanyahu.

Dilansir dari AFP, RUU Penanggulangan Pengadilan Ilegal itu lantas disahkan dengan suara 247-155. Pemungutan suara diikuti 42 anggota Partai Demokrat. UU tersebut ditentang Gedung Putih.

UU itu akan memastikan penjatuhan sanksi dan pembatasan visa bagi warga asing yang bekerja atau menyediakan dana bagi ICC dalam penuntutan terhadap AS, Israel, atau sekutu-sekutu AS lainnya.

''Pemungutan suara hari ini menentukan tindakan melanggar hukum yang dilakukan pejabat ICC. AS dengan tegas mendukung Israel dan menolak membiarkan birokrat internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan yang tidak berdasar kepada pemimpin Israel karena kejahatan palsu,'' kata Ketua DPR dari Partai Republik Mike Johnson dalam sebuah pernyataan.

Namun, kecil kemungkinan UU itu akan disetujui Senat yang dikuasai Partai Demokrat. Serta dapat diveto dalam hal apa pun oleh Presiden Joe Biden yang disebut menentang UU tersebut.

Bulan lalu jaksa ICC Karim Khan menuturkan, dirinya mencari surat perintah untuk dua warga Israel serta pemimpin Hamas Yahya Sinwar, Ismail Haniyeh, dan Mohammed Deif atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Terpisah, dari Eropa, Menteri Luar Negeri Slovenia Tanja Fajon menyatakan bahwa Majelis Nasional Slovenia secara resmi mengakui Palestina sebagai negara merdeka.

''Hari ini adalah hari bersejarah! Majelis Nasional Slovenia telah secara resmi mengakui Palestina, menjadikan Slovenia negara ke-147 yang mengakui hal tersebut,'' kata Fajon melalui media sosial X.

Pengakuan tersebut, lanjut dia, merupakan ekspresi komitmen Slovenia terhadap perdamaian dan keadilan. Slovenia berada pada posisi kebenaran dalam sejarah, berkontribusi terhadap solusi dua negara untuk perdamaian abadi.

''Dengan pengakuan Palestina sebagai negara berdaulat dan merdeka hari ini, kami mengirimkan harapan kepada rakyat Palestina di Tepi Barat dan Gaza,'' tutur Perdana Menteri Slovenia Robert Golob. (dee/c14/bay/far)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Faroq Zamzami

Sumber: JAWA POS

Tags

Rekomendasi

Terkini

X