• Senin, 22 Desember 2025

Adu Rudal Iran vs Israel Sementara Berhenti, Kini Perang Spinonase

Photo Author
- Senin, 30 Juni 2025 | 10:00 WIB
Pengusaha Moti Maman juga warga Israel, dituding Shin Bet, badan kontraintelijen Negeri Zionis itu, menjadi mata-mata Iran. Pria 73 tahun tersebut diduga menawarkan diri membunuh Netanyahu. (NYP)
Pengusaha Moti Maman juga warga Israel, dituding Shin Bet, badan kontraintelijen Negeri Zionis itu, menjadi mata-mata Iran. Pria 73 tahun tersebut diduga menawarkan diri membunuh Netanyahu. (NYP)

Jauh sebelum perang dan sampai sekarang, Iran dan Israel merekrut mata-mata dari warga lawan. Diiming-imingi ribuan dolar yang dibayarkan dengan kripto, tugas mereka mengumpulkan informasi, menyelundupkan senjata, dan melakukan pembunuhan.

Israel diperkirakan memiliki 30–40 sel intelijen di wilayah Iran. Iran di sisi lain, juga dikabarkan telah mengantongi segepok dokumen sangat penting terkait program nuklir dan rencana pertahanan militer Israel.

Jadi, adu rudal antarkedua negara untuk sementara memang berhenti karena kesepakatan gencatan senjata yang berlaku mulai Selasa (24/6). Tapi, jangan lantas dianggap Iran dan Israel berhenti berperang. Pertempuran mereka dialihkan ke medan spionase. Dan, itu tak hanya menjelang, selama, atau sesudah Perang 12 Hari. Kedua pihak sudah melakukannya bertahun-tahun.

Mengutip Al Jazeera (27/6), hanya beberapa jam setelah menyerang Iran pada 13 Juni yang mengawali perang, Israel merilis rekaman dari lokasi rahasia di dalam wilayah Iran. Dalam salah satu cuplikan, proyektil kecil dengan kamera di ujungnya meluncur ke arah target pertahanan udara Iran dan platform rudal balistik. Rudal itu diduga berjenis Spike atau rudal anti-tank.

Iran mengonfirmasi temuan tersebut. Mereka menyebut bahwa senjata tersebut dilengkapi dengan sistem kendali jarak jauh dan otomatisasi berbasis internet.

Di sisi lain, keberhasilan ratusan rudal dan drone Iran menembak sasaran di wilayah lawan bisa jadi terkait informasi yang mereka kumpulkan dari dua tentara Israel yang telah ditangkap Januari lalu: Yuri Eliasfov dan Georgi Andreyev. Eliasfov yang bertugas di unit Iron Dome diduga membocorkan informasi terkait sistem pertahanan udara negaranya yang dikenal tangguh itu.

Pada Oktober 2024, Israel menangkap pula tujuh warga mereka yang diduga menjadi mata-mata Iran. Mereka, mengutip specialeurasia.com, diduga telah melakukan 600 kali kegiatan spionase. Ketujuh orang itu keturunan Azerbaijan dan tinggal di Haifa. Mereka dibayar ratusan ribu, kerap dengan kripto, dari para agen Iran yang biasa diidentifikasi sebagai “Alkhan” dan “Orkhan”. Perekrutan mereka dilakukan secara daring. Di sisi lain, para intel Israel di Iran juga hampir semuanya kolaborator, bukan agen Mossad.

Sebulan sebelumnya, pengusaha Moti Maman juga warga Israel, dituding Shin Bet, badan kontraintelijen Negeri Zionis itu, menjadi mata-mata Iran. Pria 73 tahun tersebut, mengutip Al Jazeera, diduga menawarkan diri untuk membunuh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan tokoh politik Israel lainnya dengan imbalan USD 1 juta.

Tugas Berbeda

Menurut analis pertahanan Hamze Attar, mata-mata Israel di Iran dan sebaliknya memiliki tugas berbeda-beda. Ada yang menyelundupkan senjata, ada yang melakukan pembunuhan, ada pula yang mengumpulkan informasi. Dari para intel mereka di Iran, Israel bisa tahu detail lokasi sampai rutinitas individu yang ditarget. Dari sana, misalnya, mereka membunuh perwira senior Mayor Jenderal Ali Shademani pada 17 Juni, empat hari setelah menewaskan Jenderal Hossein Salami, komandan Garda Revolusi.

“Kami menyelundupkan sistem drone dan rudal ke Iran yang kemudian digunakan untuk menyerang berbagai target yang ditentukan lewat artificial intelligence (AI) bikinan Amerika Serikat berdasarkan data yang disediakan para agen Israel di Iran,” kata Sima Shine, mantan direktur riset Mossad, kepada Associated Press, seperti dikutip dari Al Jazeera.

Perang Psikologis

Kalau biasanya intelijen bergerak dalam senyap, kenapa belakangan, terutama Israel, memamerkan keberhasilan operasi mereka secara terbuka? Menurut Attar, itu dikarenakan perang spionase adalah perang psikologis.

“Memamerkan keberhasilan itu untuk meruntuhkan mental lawan. Menunjukkan kandang lawan bisa dibobol. Jika lawan membantah, tinggal tunjukkan bukti,” katanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X