Saat ini, Thailand mengalami masalah serius terkait polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran lahan untuk pertanian dan kebakaran hutan. Hal ini menyebabkan peningkatan partikel PM2. 5 yang berbahaya di berbagai daerah, termasuk di Bangkok. Selain itu, Sungai Mekong dan Sungai Kok tercemar oleh arsenik yang melebihi batas aman yang ditetapkan oleh WHO, menciptakan tantangan lingkungan yang baru. Kondisi-kondisi ini dapat mengganggu produksi padi, yang merupakan salah satu komoditas ekspor terpenting bagi Thailand, karena kondisi tanah dan air yang semakin memburuk.
Pihak-pihak yang terlibat dalam mengawasi dan menangani masalah ini antara lain pemerintah Thailand, para petani setempat, masyarakat umum, serta organisasi internasional seperti Komisi Sungai Mekong (MRC) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Saat ini, pemerintah Thailand tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Udara Bersih untuk menangani masalah polusi udara. Eksportir padi dan pelaku di sektor pertanian terdampak signifikan oleh situasi ini.
Masalah polusi udara dan pencemaran arsenik teramati dan menjadi fokus perhatian pada paruh pertama tahun 2025, dengan laporan terbaru dari MRC pada tanggal 3 Juni 2025 dan pembahasan mengenai RUU Udara Bersih dilaksanakan pada bulan yang sama. Isu polusi udara masih menjadi perhatian utama pada Juli 2025, ditambah dengan persiapan pertemuan regional pada 21 Juli 2025 di Chiang Rai untuk mendiskusikan pencemaran arsenik.
Polusi udara yang parah terjadi di Bangkok serta 44 provinsi lain di Thailand. Pencemaran arsenik terdeteksi pada Sungai Mekong dan Sungai Kok, khususnya di daerah perbatasan antara Thailand, Laos, dan Myanmar, mencakup wilayah Chiang Rai dan Chiang Mai.
Praktik tradisional yang intensif dalam membakar lahan pertanian bertanggung jawab atas peningkatan polusi udara, dipicu oleh kebutuhan tinggi akan produksi komersial, serta emisi dari industri dan aktivitas perkotaan. Pencemaran arsenik muncul dari penambangan rare earth di Myanmar yang mencemari sungai-sungai di perbatasan. Situasi ini memperburuk keadaan lingkungan dan dapat menurunkan hasil pertanian, terutama produksi rice.
Sebagai respons, Thailand mengusulkan Rancangan Undang-Undang Clean Air Act untuk memperketat kontrol terhadap polusi, termasuk larangan membakar lahan dan regulasi emisi dari industri. Selain itu, pemerintah juga menerapkan pajak karbon dan melarang impor limbah plastik mulai tahun 2025 demi mengurangi pencemaran. Di tingkat regional, MRC mengatur pertemuan antarnegara untuk mengatasi masalah pencemaran arsenik secara kolektif. Namun, masih ada tantangan besar dalam mengubah cara bertani serta menjaga kestabilan produksi beras agar tidak mengganggu ekspor.
Dampak terhadap Ekspor Beras:
Thailand merupakan salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia, dan kualitas serta jumlah beras sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dengan meningkatnya polusi udara dan pencemaran air, produktivitas pertanian dan kualitas hasil panen dipertaruhkan, yang dapat memengaruhi posisi Thailand dalam pasar ekspor global. Saat ini, pemerintah dan pelaku industri pertanian berusaha menerapkan praktik yang berkelanjutan untuk memastikan keberlangsungan produksi dan ekspor. (Fitri Novita Sari)
Sumber Data Kredibel:
NatLawReview.com,LaotianTimes.com,BangkokPost.com,Earth.org, Mekong River Commission (MRC) Reports.