Bentrokan mematikan antara Thailand dan Kamboja pecah pada Kamis (24/7) di enam lokasi sepanjang perbatasan, menewaskan sedikitnya 14 orang menurut otoritas Thailand. Insiden ini menandai konfrontasi paling berdarah antara kedua negara dalam lebih dari satu dekade.
Dilansir dari The Guardian, Jumat (25/7), militer Thailand melaporkan bahwa 13 warga sipil dan satu tentara tewas akibat serangan roket dan artileri yang diluncurkan pasukan Kamboja. Selain itu, 14 tentara dan 32 warga sipil lainnya dilaporkan mengalami luka-luka.
Menteri Kesehatan Thailand, Somsak Thepsuthin, menyebut serangan yang juga menghantam sebuah rumah sakit di Provinsi Surin itu sebagai kejahatan perang.
Salah satu korban tewas adalah bocah laki-laki berusia delapan tahun. Militer Thailand mengatakan bahwa korban jiwa tersebar di tiga provinsi, dengan bentrokan terjadi di enam titik. Militer juga menyatakan bahwa angkatan udaranya telah meluncurkan serangan udara ke sasaran militer di wilayah Kamboja.
Sementara itu, pihak Kamboja belum mengonfirmasi adanya korban jiwa di pihaknya. Namun, Kementerian Pertahanan Kamboja mengecam keras aksi militer Thailand, menuduh jet tempur Negeri Gajah Putih menjatuhkan dua bom di sebuah jalan, dan menyebutnya sebagai "agresi militer brutal dan sembrono terhadap kedaulatan serta integritas teritorial Kerajaan Kamboja".
Kedua negara saling menuduh sebagai pihak yang pertama kali melepaskan tembakan. Militer Thailand mengklaim pasukan Kamboja membuka tembakan di dekat kompleks Candi Hindu Khmer Ta Muen Thom, menggunakan drone pengintai dan senjata berat, termasuk peluncur roket. Kamboja membantah tuduhan ini dan menyatakan bahwa mereka hanya merespons secara defensif atas pelanggaran wilayah oleh pasukan Thailand.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menyatakan bahwa dua provinsi di negaranya diserang oleh Thailand. Dalam pernyataan daring, ia menegaskan bahwa Kamboja selama ini mengedepankan solusi damai, tetapi dalam situasi ini, "kami tidak punya pilihan selain merespons agresi bersenjata dengan kekuatan militer."
Situasi di lapangan memburuk dengan cepat. Warga di kedua sisi perbatasan dievakuasi. Rekaman CCTV yang ditayangkan media Thailand memperlihatkan seorang pria bersembunyi di balik pohon saat ledakan terdengar di sekitarnya. Rekaman lain menunjukkan warga berlarian ke bawah struktur beton untuk berlindung.
Bentrokan ini merupakan kelanjutan dari ketegangan perbatasan yang telah berlangsung selama puluhan tahun, yang dipicu oleh tumpang tindih klaim wilayah sepanjang perbatasan sejauh 817 km. Perselisihan tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan interpretasi terhadap peta peninggalan kolonial.
Sebelumnya, konflik serupa pernah terjadi antara tahun 2008 hingga 2011, yang menewaskan sedikitnya 34 orang dan menyebabkan ribuan warga terpaksa mengungsi.
Sebagai respons atas eskalasi terbaru, pemerintah Thailand mengambil langkah pengamanan tambahan. (*)