NEW YORK – Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok kembali memanas secara drastis setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif impor tambahan hingga 100% terhadap produk Tiongkok, yang efektif berlaku mulai 1 November 2025, atau bahkan lebih cepat. Ancaman ini merupakan respons langsung terhadap tindakan Beijing yang memperketat ekspor logam tanah jarang (rare earth elements).
Ancaman tarif besar-besaran tersebut segera mengguncang pasar keuangan global pada Jumat (10/10) waktu setempat. Wall Street anjlok tajam, dengan indeks Nasdaq jatuh 3,6%—menandai hari terburuk sejak April—sementara S&P 500 turun 2,7% dan Dow Jones melemah 1,9%. Saham-saham teknologi besar seperti Nvidia, Tesla, dan Amazon ikut tergelincir lebih dari 2%.
Tiongkok Dituding Menyandera Rantai Pasok Global
Trump menuding langkah Tiongkok membatasi ekspor logam tanah jarang sebagai tindakan "sangat bermusuhan" yang mengancam rantai pasok global, terutama bagi industri teknologi dan pertahanan AS.
“Tidak seharusnya China dibiarkan menahan dunia ‘sebagai sandera’,” tulis Trump di platform Truth Social. Presiden AS itu menambahkan bahwa kebijakan tarif 100% ini, meskipun "mungkin menyakitkan di awal," pada akhirnya akan "menjadi hal baik bagi Amerika Serikat." Trump juga mengumumkan pembatasan ekspor baru terhadap "perangkat lunak kritis" buatan AS dan menegaskan pembatalan pertemuan yang telah direncanakan dengan Presiden Xi Jinping di Seoul akhir Oktober mendatang.
Eskalasi Akibat Rare Earth Elements
Kebijakan terbaru ini menandai eskalasi serius dalam perang dagang, yang sempat mereda beberapa bulan lalu. Tiongkok memicu ketegangan baru setelah memperluas daftar ekspor yang dikontrol, dengan menambahkan lima jenis material baru terkait rare earth—bahan vital yang diperlukan untuk produksi mobil listrik, mesin pesawat, radar militer, dan chip semikonduktor.
Tiongkok diketahui menguasai lebih dari 90% produksi logam tanah jarang dunia, menjadikan negara lain sangat bergantung pada pasokan mereka. Dampak dari ketidakpastian ini langsung tercermin di pasar modal, di mana Indeks Volatilitas CBOE (VIX), yang mengukur kecemasan investor, melonjak ke level tertinggi sejak Juni. (*)