kalimantan-selatan

Kredit Karbon di HST: Keseriusan Dibalas Penolakan

Jumat, 17 Mei 2024 | 18:10 WIB
ALAM MERATUS: Pemandangan alam Pegunungan Meratus di Desa Nateh, Kecamatan Batang Alai Timur. (Foto: Jamaluddin/Radar Banjarmasin)

Prokal.co - Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) segera mendata lahan-lahan milik masyarakat yang akan berpartisipasi dalam kredit karbon. Hal ini dilakukan setelah menandatangani kerjasama dengan pihak platform penyedia kredit karbon, Bloktogo, belum lama tadi. 

Selain mendata lahan warga, pemerintah juga telah menyetor data satelit luasan hutan lindung di kawasan Meratus yang akan dijadikan objek penghitungan nilai karbon. 

Sekretaris Daerah (Sekda) HST, Muhammad Yani mengatakan Bloktogo akan melakukan verifikasi lapangan pada bulan Juni 2024 mendatang. "Untuk mengetahui berapa karbon yang bisa diserap di hutan lindung, walaupun ini kewenangan pemerintah pusat tapi paling tidak kita ada inventarisir," ujarnya Jumat (17/5/2024).

Kemudian tahap selanjutnya, Pemkab akan merancang draf rancangan peraturan daerah (Perda) tentang perusahaan daerah yang menangani kredit karbon. "Sesuai arahan OJK, harus ada perusahaan daerah yang mengatur. Sehingga pihak Bloktogo sebagai trader sedangkan kita adalah operator di daerah," jelasnya.

Sejauh ini pihak mana saja yang sudah terlibat dengan bisnis kredit karbon?

"Di lapangan masih melakukan pendataan, tim batas wilayah sedang mendata. Kita juga akan menggandeng relawan-relawan yang bisa bergabung di bisnis ini," bebernya.

Penolakan Masyarakat Adat Tak Berpengaruh

ASRI: Alam Meratus yang indah dan masih sangat asli dan asri (Jamaludin/radar Banjarmasin)

 
Bisnis kredit karbon di HST sebenarnya mendapat penolakan dari masyarakat adat. Masyarakat adat ingin pemerintah mengakui dulu keberadaan mereka dengan melegalkan Perda adat. 

Sekda HST tak ambil pusing soal penolakan itu. Sebab pihaknya sudah pernah memberikan penawaran kepada masyarakat adat untuk jadi solusi.

Penawaran itu yakni masyarakat adat dilarang menebang pohon di hutan lindung guna menjaga konservasi alam. Sebab jika bisnis karbon ini sudah berjalan mereka wajib melindungi pohon. "Mereka (masyarakat adat) menolak tidak jadi masalah. Mereka mau ikut juga tidak masalah," tandasnya. 

"Kami ingin ada komitmen bersama. Dari pemerintah pusat, daerah dan masyarakat adat untuk tidak menebang pohon dan merusak hutan. Tapi mereka (masyarakat adat) tidak mau juga," tutupnya.

Sebelumnya diberitakan media ini, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) HST, Syahliwan telah menyatakan sikapnya. "AMAN dengan posisi yang jelas baik di tingkat Nasional dan daerah di seluruh indonesia menolak pasar karbon ini," tegasnya.

"Sebenarnya tidak hanya AMAN yang menolak ini, organisasi pegiat lingkungan lain pun juga menolak seperti WALHI dan Greenpeace juga menolak pasar karbon," tambahnya. Pemkab HST sudah menandatangani kerjasama dengan platform digital penyedia kredit karbon yakni Bloktogo pada Senin (14/5/2024).

Chief Executive Officer Bloktogo, Muhammad Yafi mengatakan setelah penandatanganan kerjasama ini ada beberapa tahapan yang harus dilanjutkan. Saat ini pihaknya mengincar pasar lokal di Indonesia untuk perdagangan karbon tersebut. Sebab Indonesia sudah punya bursa karbon di bursa efek Indonesia. Dalam perjalanan jika ada kendala seperti izin dari KLHK dan lain-lain, pihaknya baru akan mengincar market di skala internasional. 

Apa alasannya Bloktogo ingin bekerjasama dengan pemerintah HST? "Informasi yang saya terima di HST ada 25.000 hektar hutan produksi dan produksi terbatas. Saya sempat tanya ke ahli karbon, ini bisa sampai 20 kali lipat nilai ekonominya," bebernya. Artinya dengan luasan lahan tersebut. Potensi cuan yang akan didapatkan juga sangat besar. 

Halaman:

Terkini

Kabupaten Banjar Sumbang Kasus HIV Tertinggi di Kalsel

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:10 WIB