Prokal.co - Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Banjarmasin, Dr Kamariah membenarkan bahwa keadaan bahasa daerah di Indonesia memang memprihatinkan.
Saat ini, data Badan Bahasa menunjukkan bahwa 24 bahasa daerah di Indonesia sudah tidak memiliki penutur asli.
Ia mengatakan kepunahan bahasa daerah ini merupakan kehilangan kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai. Sebab, bahasa daerah bukan hanya alat komunikasi, juga mengandung nilai-nilai budaya, tradisi, dan pengetahuan lokal yang diwariskan turun-temurun.
“Pergeseran bahasa daerah memang dapat menjadi satu langkah menuju kepunahan bahasa daerah tersebut,” terangnya.
Pergeseran bahasa menunjukkan penurunan penggunaan bahasa daerah, digantikan oleh bahasa lain. Terutama bahasa Indonesia.
Faktor-faktor pergeseran meliputi penurunan penutur, kurangnya transmisi antar generasi, perubahan sosial dan budaya, serta kurangnya dukungan.
Namun, kata dia, pergeseran tidak selalu berarti kepunahan. Bahasa daerah bisa bertahan dengan upaya pelestarian kuat dari komunitas penuturnya. Seperti yang terjadi dengan bahasa Jawa di Jawa Tengah.
Menurutnya, pelestarian bahasa daerah membutuhkan keterlibatan aktif dari semua pihak. Masyarakat daerah dapat berperan dengan menggunakan bahasa daerah sehari-hari, mengajarkannya kepada anak-anak, serta mendukung kegiatan pelestarian bahasa daerah.
Di samping itu, pemangku kebijakan juga memiliki peran penting dalam pelestarian bahasa daerah.
Caranya, dengan meningkatkan anggaran, mengembangkan kurikulum bahasa daerah, menciptakan media berbahasa daerah, dan membangun infrastruktur pelestarian bahasa daerah, melakukan penelitian.
“Termasuk memberikan penghargaan kepada para pegiat bahasa daerah,” timpalnya. (*)