Refocusing anggaran yang menimpa APBD 2024 jangan sampai terulang di tahun 2025 depan. Peringatan itu disampaikan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banjarmasin, Hendra.
Cukup beralasan, mengingat progres pendapatan asli daerah (PAD) masih di bawah 50 persen. Salah satunya sektor retribusi daerah. Dari target Rp46,65 miliar, sampai Juli 2024 baru terealisasi Rp17,1 miliar atau 36,65 persen.
"Harus bercermin ke tahun 2023, ketika pendapatan daerah hanya mencapai Rp1,9 triliun dari target Rp2,5 triliun. Saat ini sudah melewati pertengahan tahun progresnya sangat lambat. Masih di bawah 50 persen," kata Hendra, Jumat (19/7).
"Artinya ini mengkhawatirkan dan perlu perhatian bersama. Jangan sampai refocusing kembali terulang," tegas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Hendra juga mengacu pada Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2025 yang dibahas dalam rapat paripurna pekan lalu. Di sana terlihat jelas kondisi keuangan daerah yang kurang bagus.
Target pendapatan 2025 turun menjadi Rp2 triliun dari Rp2,5 triliun pada tahun 2024. "KUA-PPAS yang berkurang dari target sebelumnya menandakan kondisi keuangan Banjarmasin sedang tidak sehat," tegasnya.Menurutnya pemko jangan terlalu berharap pada dana transfer pusat. Mestinya mencari peluang baru untuk menambah pundi-pundi daerah.
"Dana transfer pusat cenderung akan dipersulit pencairannya, sebab pusat sudah gemas terhadap Banjarmasin yang tidak bisa mandiri secara fiskal," tambah Hendra. Soal belanja, Hendra mengingatkan agar pemko dapat melihat mana yang paling mendesak dan dibutuhkan masyarakat. Bukan sebaliknya, membelanjakan anggaran untuk hal-hal yang tidak berdampak terhadap pembangunan daerah.
Karena itu, dalam penyusunan rancangan APBD, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) harus lebih selektif. "TAPD bisa menyusun regulasi dan pedoman agar pengelolaan keuangan daerah menjadi ebih baik," harapnya. Jika terus-menerus begini tanpa ada perubahan, Hendra khawatir, dampaknya tidak hanya akan mengenai program pembangunan, tapi juga ke internal pemerintahan. "Misalnya akibatnya tunjangan honorer yang telat dibayarkan," pungkasnya.(*)