kalimantan-tengah

Mafia Tanah di Kotim! Bisa Bikin Surat Tanah Palsu Terbitan Puluhan Tahun Lalu

Sabtu, 13 September 2025 | 09:12 WIB
ilustrasi mafia tanah

SAMPIT- Satuan Tugas Pemberantasan Kejahatan Pertahanan berhasil membongkar praktik busuk tersebut di Kabupaten Kotawaringin Timur. Seorang pelaku yang diduga sebagai mafia tanah diseret ke penjara oleh Satgas yang terdiri dari Polda Kalteng, Kejati Kalteng, dan Kanwil ATR BPN Kalteng tersebut.

Tersangka yang diringkus diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kotim bersama barang bukti. Terduga mafia tanah dalam perkara itu berinisial P (36). Dia disebut-sebut menguasai tanah menggunakan surat yang seolah-olah diterbitkan tahun lampau, padahal baru saja dibuat beberapa tahun terakhir. Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Kotim Andep Setiawan mengatakan, tersangka dijerat dengan pemalsuan surat dan penyerobotan lahan. Perkara itu diserahkan ke Kejari Kotim untuk disidangkan dalam waktu dekat.

”Tersangka dijerat dengan KUHP Pasal 263 ayat 1 Jo Pasal 55 dan Pasal 107 UU Perkebunan Tahun 2014 tentang Perkebunan,” kata Andep. Tersangka mengaku memiliki lahan di dalam HGU perusahaan PT SKD. Dia seolah-olah menguasai lahan itu secara sah dengan dasar surat palsu. ”Setelah perkara ini dilimpahkan (Polda Kalteng, Red), kami segera akan melimpahkan ke Pengadilan Negeri Sampit,” katanya. Sementara itu, Kanwil BPN Kalteng Mahdi Erwin Santosa yang juga hadir saat pelimpahan mengatakan, pengungkapan kasus itu merupakan bentuk sinergi dan komitmen mereka memidanakan mafia tanah di Kalteng.

”Hasil ini akan kami sampaikan kepada Kementerian ATR BPN, Jaksa Agung, dan Kapolri sebagai bentuk pemberantasan kejahatan pertanahan,” katanya. Kasus itu berawal di areal perkebunan PT Sapta Karya Damai (SKD) di Desa Penyang Kecamatan Telawang. Tersangka mengklaim memiliki lahan yang masuk ke dalam wilayah PT SKD dan menuntut ganti rugi sebesar Rp60 juta per hektare.

Total luasan lahan yang diklaim terdakwa mencapai 180 hektare. Dia meminta perusahaan membayar Rp10,8 miliar. Dasar klaimnya menggunakan surat palsu, yaitu kertas segel materai tahun 1982 dari alm Mudi Bungas yang merupakan mertua tersangka.

Surat itu ditandatangani Kepala Desa Tanah Putih Ed Oewar Johan dan Camat Kotabesi Kiri Anang pada tahun 1988 yang luasannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Begitu juga untuk kepemilikan perseorangan, serta dalam kertas segel materai tahun 1982 tersebut tidak memiliki nomor register desa dan lokasi yang diklaim dipalsukan.

Perusahaan menolak klaim tersebut, karena telah mengantongi Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 1 tanggal 12 November 1997. Selain itu, sejak tahun 1997 telah memberikan ganti rugi kepada pemilik lahan yang masuk wilayah HGU. (ang)

Terkini