kalimantan-tengah

Antrean BBM Sampit Kian Kritis, Petugas SPBU Diduga 'Kompak' dengan Pelangsir, Pelaku Malah Bisa Isi BBM Sendiri

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:00 WIB
ilustrasi BBM

 

SAMPIT – Masalah antrean panjang dan praktik pelangsiran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Kota Sampit dinilai telah mencapai titik kritis dan terkesan dibiarkan oleh pihak berwenang. Persoalan klasik yang akut ini memicu kritik keras dari masyarakat dan aktivis yang menuding praktik mafia BBM kian merajalela.

“Seperti tidak ada pemerintah, tidak ada polisi saja kalau sudah ada masalah di sektor bahan bakar minyak ini,” tegas Burhanorahman, salah satu aktivis di Kota Sampit, Selasa (21/10/2025).

Mantan aktivis HMI Kotim ini menyebut, antrean panjang yang terjadi di berbagai SPBU bukan semata-mata karena peningkatan permintaan murni, melainkan didominasi oleh aktivitas para pelangsir yang bebas keluar-masuk SPBU, khususnya untuk jenis Pertalite.

“Kenapa bisa terjadi antrean ini? Karena permintaan meningkat dan peningkatan itu disebabkan oleh aktivitas pelangsir yang keluar masuk SPBU, khususnya di Pertalite,” ujarnya.

Petugas SPBU Diduga 'Kompak' dengan Pelangsir

Burhan mencontohkan, di sejumlah SPBU dalam kota, para pemilik motor berkapasitas besar terlihat “berkuasa”. Mereka bahkan leluasa mengisi sendiri bahan bakar dengan mengoperasikan nozzle (pompa pengisian).

Ia menduga adanya kongkalikong antara para pelangsir dengan oknum petugas SPBU. “Mereka ini seperti sudah kompak dan bagi hasil dengan oknum petugas di nozzle. Bayangkan, masyarakat biasa dibatasi hanya membeli Rp50 ribu, sementara mereka dengan motor berkapasitas puluhan liter leluasa mengisi sampai penuh,” jelasnya.

Lebih parah lagi, para pengetap (sebutan untuk pelangsir) ini bisa kembali masuk antrean hanya dalam waktu lima menit setelah pengisian pertama, karena mereka segera menyalin BBM yang baru diisi ke tempat penampungan lain di sekitar SPBU. “Mustahil petugas dan aparat tidak mengetahui hal ini,” sindirnya.

Respons Pemerintah Daerah Dipertanyakan

Burhan juga menyayangkan lemahnya respons dari pemerintah daerah dan tim pengawas BBM setempat yang dinilai tidak tanggap terhadap keresahan masyarakat. Ia membandingkan dengan daerah lain yang lebih sigap turun ke lapangan.

“Lihat di Pangkalan Bun! Pemerintahnya cepat turun melakukan inspeksi. Harapan kami, pemerintah daerah dan tim BBM juga harus sering ke lapangan, karena antrean mobil dan motor terjadi setiap hari. Jangan dinormalisasi kejadian menonjol seperti ini,” tegas Burhan.

Sengkarut distribusi BBM bersubsidi di Sampit ini memperlihatkan bahwa persoalan lama ini tak kunjung mendapat penyelesaian serius. Masyarakat berharap aparat penegak hukum dan pemerintah daerah segera bertindak tegas untuk menindak mafia pelangsiran yang dinilai telah menggerogoti hak warga biasa. (*)

Terkini