SAMARINDA – Tensi panas pergantian antarwaktu (PAW) lima anggota DPRD Samarinda semakin membara. Selepas mengintervensi gugatan Alphad Syarief, Adhigustiawarman, Mashari Rais, Saiful dan Akhmed Reza Pahlevi di PTUN Samarinda. Upaya lain kembali ditempuh pihak pengganti lima wakil rakyat itu.
Fachrizal, calon pengganti Saiful di Basuki Rahmat, sebutan DPRD Samarinda dari Hanura melaporkan dugaan pelanggaran administrasi ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Samarinda, kemarin (24/1).
Dalam laporan itu, dia menduga ada maladministrasi yang dilakukan dalam penetapan daftar calon tetap (DCT) Pilleg 2019, yakni penyertaan surat keputusan (SK) pemberhentian Saiful sebagai wakil rakyat. “SK (pemberhentian) itu, syarat untuk ditetapkan sebagai DCT. Tapi justru dipersoalnya ke PTUN. Mestinya dia dicoret dari DCT,” ucapnya dikonfirmasi media selepas menyerahkan laporan tersebut.
Lebih lanjut dituturkan kuasa hukum Fachrizal, Supriyana. Menurutnya dalam Peraturan KPU (PKPU) 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, khususnya dalam Pasal 27 Ayat 5 menerangkan jika calon yang telah beralih perahu dan masih duduk di DPRD harus menyertakan keputusan pejabat berwenang tentang pemberhentiannya sebagai wakil rakyat paling lambat sehari sebelum DCT ditetapkan.
Jika keputusan pejabat berwenang itu belum diterima, bisa menyampaikan pernyataan tertulis jika pengunduran diri telah diajukan dan dalam proses pejabat berwenang sehingga hal ini di luar kewenangannya. “Surat pernyataan ini jadi dasar dia (Saiful) untuk ditetapkan. Karena saat DCT ditetapkan pada 20 September 2018, SK itu belum terbit,” tutur Supriyana.
Tapi, sambung Supriyana, SK pemberhentian itu telah diterbitkan Gubernur Kaltim Isran Noor pada 10 Desember 2018 atau dua bulan berselang selepas DCT ditetapkan. Bukannya melampirkan SK itu sebagai pengganti pernyataan sementara yang telah lebih dulu diajukannya. SK gubernur itu justru digiring Saiful ke PTUN Samarinda lantaran dinilai melanggar keputusan Pengadilan Negeri Samarinda yang menangguhkan proses PAW hingga gugatan warga ke Saiful inkrah. “Ini syarat yang sudah ditetapkan di UU dan dibantah dengan sengketa ke PTUN. Kan bertolak belakang, mestinya dia dicoret dari DCT Gerindra dalam pileg nanti,” ulas pria berkacamata itu.
Alasan pihaknya baru mengajukan laporan ini tak lain untuk mengetahui kapan SK Gubernur Kaltim itu resmi diterima Saiful. Untuk itu, upaya intervensi sengketa di PTUN diajukannya. “Kami butuh bukti formil kapan yang bersangkutan menerima SK itu. Diterimanya kami sebagai tergugat intervensi dan memperoleh gugatan resmi dia, baru kami tahu jika SK itu diterima sehari setelah SK terbit atau pada 11 Desember 2018,” tuturnya.
Sementara itu, ketua Bawaslu Samarinda Abdul Muin mengaku masih memverifikasi kelengkapan aduan tersebut. Apalagi perlu ketelitian memahami aturan-aturan dalam polemik ini. Koordinasi dengan KPU Samarinda hingga Bawaslu Kaltim pun perlu diambil kedepannya. “Kalau lengkap kami registrasikan dan akan kami proses paling lambat 14 hari kerja,” singkatnya. (*/ryu)