JAKARTA – Minat ekspansi investor asing, khususnya dari Jepang, berpotensi melandai gara-gara tren kenaikan upah buruh dan biaya produksi. Hal itu terungkap dalam laporan tahunan Japan External Trip Organization (Jetro), lembaga yang bekerja sama dengan pemerintah Jepang mempromosikan perdagangan dan investasi.
President Director Jetro Keishi Suzuki menyebutkan, ada beberapa data yang menarik dalam laporan tersebut. Misalnya, masalah infrastruktur yang dinilai kurang pada survei sebelumnya, tapi tidak muncul lagi dalam tiga besar masalah yang dikeluhkan responden pada 2018. Lalu, masalah tenaga kerja Indonesia yang dianggap murah oleh responden saat survei sebelumnya, tapi pada survei 2018 justru sebaliknya.
”Jumlah perusahaan Jepang yang berencana ekspansi dalam 1–2 tahun ke depan menurun setengahnya. Penyebabnya adalah kenaikan upah buruh dan kenaikan biaya pengadaan. Semoga pemerintah memperbaiki isu tersebut,’’ ujar Keishi di Jakarta kemarin (28/2). Laporan Jetro merupakan hasil survei perusahaan-perusahaan Jepang yang berada di 20 negara atau wilayah. Perinciannya, 5 negara di Asia Timur, 9 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Asia Barat, dan 2 negara di Oseania, termasuk Indonesia.
Menurut Keishi, laporan juga menyebutkan, 80 persen responden menyatakan keuntungan dalam berinvestasi di Indonesia adalah skala pasar atau potensi pertumbuhan. Pada 2013 ada 73,2 persen responden yang menyebut infrastruktur yang tidak memadai sebagai risiko investasi. Namun, pada 2018 turun menjadi 52,5 persen. Hal itu bisa dilihat sebagai keberhasilan langkah kebijakan pemerintah. ”Masalah ketidakpastian kebijakan pemda akan menjadi isu pada masa mendatang. Sebab, sejak 2009 hingga 2018, responden mengatakan tidak ada perubahan yang signifikan,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani menyebutkan, memang kenaikan upah buruh di Indonesia relatif tinggi. Untuk itu, produktivitas tetap harus diperhatikan. Menurut Rosan, produktivitas itulah yang menjadi masukan dari dunia usaha dan investor luar. ”Di satu sisi kita tahu upah buruh naik tiap tahun, tetapi pengukuran dari produktivitas itu perlu dipikirkan. Kalau tidak, perbandingan antara produktivitas dan cost akan makin renggang,” ujarnya. (agf/c7/oki)