Samarinda - Sekitar 20 ibu-ibu dari RT 17 Loa Kulu Kutai Kartanegara ikut berdemonstrasi di depan Kantor Gubernur Kaltim Jl Gajah Mada, Senin (4/3/2019). Mereka memprotes dampak lingkungan ditimbulkan aktivitas PT Multi Harapan Utama (MHU) di daerah tinggal mereka.
"Hampir dua bulan ini, debu batubara semakin banyak ke rumah kami. Kami sudah tidak tahan," kata Ita (43), diwawancarai di sela demonstrasi.
Ita menjelaskan masyarakat sempat berdemo ke kantor PT MHU, pada Sabtu (2/3/2019) lalu. Ketika itu, warga protes debu batubara yang keluar tanpa dibatasi jaring.
"Jaring debu yang terpasang sudah lama rusak dan hilang. Apalagi, lubang kain jaring yang dipakai tak bisa menutup debu," ujar Ita.
Selain itu, menurut Ita, perusahaan tidak menyemprotkan air ke batubara. Membuat debu semakin bertambah dan mengganggu lingkungan.
Warga berdemo ke Kantor Gubernur, karena keluhan debu batubara tak mendapat respon dari pemerintah Kabupaten. "Laporan kami nggak direspon. Nggak ada tindak lanjut. Makanya, kami ke Gubernur," ujar Ita yang rumahnya berada 100 meter dari PT MHU.
Para warga RT 17 Loa Kulu sempat melakukan pertemuan dengan Bupati Kukar Edi Damansyah dan perwakilan PT MHU, pada 7 Februari 2019 lalu.
"Pertemuan waktu itu lengkap yang hadir dari Badan Pertanahan juga ada mulai pukul 08.00. Tapi mau hampir selesai baru PT MHU datang pukul 11.00. Laporan kami lebih banyak tak ditanggapi," ujar Eka, salah satu ibu dari RT 17 Loa Kulu.
Eka mengatakan hampir 4 tahun terakhir perusahaan tak banyak membantu warga. Padahal, warga yang terkena dampak debu maupun suara bising dari mesin penghancur batubara hingga terkena limbah cair.
"Ketika hujan, limbah air dari perusahaan masuk ke kolam dekat rumah yang ada ikannya. Ikan disitu langsung mati," kata Eka.
Selain itu, saat cuaca panas tiba-tiba datang hujan, ketika itu juga timbul bau menyengat dari batubara. "Baunya seperti bau gas elpiji. Sangat menyengat," kata Eka.
Ibu lainnya dari RT 17 Loa Kulu, Firnawati mengatakan rumahnya berjarak 2 meter dari lokasi penampungan batubara dan 20 meter dari mesin penghancur batubara.
Ia menilai perusahaan bekerja tanpa memperhatikan keselamatan. "Mereka bekerja asal isi (batubara) ke ponton. Efek buruknya nggak peduli. Seperti mesin rusak belum begitu baik, kegiatan jalan terus walaupun ada timbulkan getaran dan debu," katanya.
Perwakilan demonstrasi para warga RT 17 Loa Kulu ini diterima oleh Sekretariat Pemprov Kaltim. Mereka dari organisasi Masyarakat Pemerhati Perkembangan Kaltim (MPPKT) yang diketuai Sultan. (mym)