SAMARINDA-Setelah berupaya mendiskriminasikan penggunaan minyak sawit, kini Uni Eropa (UE) terus menyudutkan produk turunan komoditas tersebut. Pengusaha meminta pemerintah pusat harus kuat melakukan tawar-menawar dengan UE, selain itu pelaku bisnis juga harus mencari alternatif pasar baru.
Komisi UE, memutuskan bahwa minyak kelapa sawit mentah adalah produk tidak ramah lingkungan dalam skema Renewable Energy Directive (RED) II. Dalam skema RED II, Komisi Eropa menetapkan bahwa apabila perluasan lahan yang menyebabkan kerusakan alam di atas 10 persen akan dianggap sebagai produk berbahaya dan tidak akan digunakan di UE.Akibatnya, penggunaan CPO (crude palm oil) di UE akan dikurangi secara bertahap pada 2019-2023 dan dihapus mulai 2030. Kini dokumen RED II tersebut telah diajukan ke Parlemen dan Pemerintah Eropa untuk melalui proses persetujuan melalui jajak pendapat.
KetuaGabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) KaltimMuhammadsjah Djafar mengatakan, hal itu tentunya berpengaruh terhadap pasar CPO Indonesia. Namun, isu negatif itu masih bisa dilawan. Pemerintah masih memiliki peluang untuk melawan keputusan parlemen Uni Eropa yang telah memutuskan untuk melarang penggunaan sawit sebagai bahan bakar (biofuel).
“Keputusan itu kemungkinan masih bisa direvisi. Sebab, keputusan tersebut harus disetujui negara anggota Uni Eropa. Sehingga belum terlalu mengikat, kecuali sudah mejadi regulasi per negera,” katanya Senin (18/3).
Dia menjelaskan, di nasional pemerintah harus banyak melakukan negosiasi. Perkuat tim negosiasi untuk melobi Eropa. Hal itu bisa dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh sumber daya termasuk peran kedutaan besar dan atase perdagangan di Eropa. Indonesia tidak sendirian, bisa bersama Malaysia atau penghasil sawit lainnya.
“Karena daya tawar bisa naik bila dilakukan bersama-sama dengan berbagai Negara penghasil sawit,” ujarnya.
Menurutnya, kampanye positif di Eropa juga penting untuk membentuk opini publik bahwa sawit Indonesia sudah memenuhi standar lingkungan. Namun, selain itu para pengusaha termasuk Kaltim harus bisa menyiapkan strategi untuk cari pasar alternatif jika pasar Eropa tetap dihambat.
"Masih ada, pasar Afrika Utara, Timur Tengah dan Rusia prospek sebagai tujuan ekspor CPO “ ungkapnya.
Dia mengatakan, tapi utamanya pemerintah harus bisa melobi keputusan tersebut. Harus bisa mempersiapkan tawaran, seperti order pesawat Airbus dari Prancis bisa di berhentikan dahulu. Impor makanan minuman dari Eropa juga bisa dihambat di dalam negeri.
“Nah, posisi tawar tadi bisa membantu mengubah keputusan. Dalam berbisnis, kampanye negatif sudah biasa terjadi untuk menjatuhkan produk lawan,” pungkasnya. (*/ctr)