TANA PASER - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, pada 27 Maret lalu, akhirnya memutuskan kasus Ari Noor Dhuha Muslichin, terdakwa tipikor di PDAM Tirta Kandilo Paser. Ari sudah ditahan sejak September 2018. Dia divonis pidana 6 tahun kurungan dan denda Rp 200 juta.
“Jika tidak membayar denda tersebut, maka ditambah subsider selama empat bulan kurungan. Sedangkan kerugian negara Rp 644.891.752 yang harus dikembalikan terdakwa, jika tidak bisa mengembalikan, maka ditambah subsider 1 tahun 6 bulan. Sampai saat ini yang bersangkutan belum ada membayar kerugian tersebut,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Paser M Syarif didampingi Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Freddy Dwi Prasetyo Wahyu, kemarin (2/4).
Sejak putusan hakim, jika terdakwa tidak ada mengajukan banding dalam tujuh hari, maka vonis tersebut akan inkrah. Dalam perkara ini ada 15 saksi yang sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Selama masa penahanan hingga penuntutan, terdakwa disebutkan jaksa cukup kooperatif. Meski tidak membawa pengacara dalam kasusnya, terdakwa didampingi kuasa hukum dari Pengadilan Tipikor karena masa tuntutannya di atas lima tahun. Sampai detik ini, terdakwa mengaku bahwa dia bermain sendiri dalam kasus penggelapan uang ini.
“Hanya satu terssangka dan terdakwa, hampir dipastikan bermain tunggal dan tidak ada membagikan hasil uang tersebut ke pihak lain,” sebutnya.
Ari Noor diketahui secara berkelanjutan sejak Oktober 2013 sampai Juni 2017 melakukan praktik korupsi ini. Dengan modus memalsukan stempel Kantor Pos dan tanda tangan petugas Kantor Pos. Kejari mengetahui kasus ini berdasarkan informasi dari internal PDAM, selanjutnya meminta audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltim hingga akhirnya diketahui temuan tersebut.
Terdakwa merupakan pegawai honorer PDAM sejak 2012. Dia melakukan praktik haram itu setahun setelah bertugas. Akibat temuan ini, PDAM pun harus membayar tunggakan denda pajak. Praktik ini murni dilakukannya sendiri. Tiap bulan rata-rata pajak yang disetor PDAM sekitar Rp 70 juta, dari nilai tersebut tersangka menggelapkannya sebagian dan membuat dokumen palsu. Bahkan selama kurun waktu tersebut, surat laporan akhir tahun yang diberikan pajak, disimpannya, dari pihak perusahaan pelat merah tersebut tidak ada yang tahu, sampai ada temuan audit. (/jib/far)