Ancaman lesunya perekonomian Kaltim lima tahun lalu akibat anjloknya harga batu bara kembali menghantui Bumi Etam. Tahun ini, harga emas hitam kembali merosot.
BALIKPAPAN - Memasuki semester II tahun ini, laju penurunan harga batu bara acuan (HBA) seakan tak terbendung. Kini harga komoditas andalan Kaltim ini bertengger di level USD 71,92 per ton, terendah sejak 2016. Padahal pada Januari lalu sempat di angka USD 92,41 per ton. Dari data Kementerian ESDM, tren batu bara tahun ini menjadi paling terburuk. Pasalnya, dari awal tahun terus menunjukkan grafik menurun.
Ancaman anjloknya harga batu bara seperti 2014 benar-benar semakin dekat. Kalau itu HBA terus terkikis hingga pada 2015 berada di level USD 60,13 per ton. Tahun berikutnya berada di level USD 61,84 per ton. Dan pada 2017 mulai terjadi perbaikan hingga puncaknya pada tahun lalu menyentuh level USD 98,96 per ton. Namun, tahun ini kembali merosot.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Balikpapan Yaser Arafat mengatakan, penurunan harga batu bara yang terjadi dikarenakan terkoreksinya harga emas hitam dunia. Ini setelah Tiongkok melakukan investigasi dan audit lingkungan terhadap perusahaan milik negara yang menggunakan bahan bakar batu bara dan pabrik baja.
Selain masalah lingkungan, perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat juga masih menjadi penyebab salah satu penurunan harga batu bara. Namun, yang menjadi masalah besar, ungkapnya, batu bara di kalori menengah ke bawah atau kualitas rendah. Sebab HBA perhitungannya dari batu bara yang berkualitas tinggi.
“Batu bara yang berkualitas rendah ini atau berkalori di bawah 4.000 kcal per kg banyak ditambang di Kaltim. Yang kualitas tinggi ada, namun tidak banyak. Tapi yang paling banyak menyumbang devisa kan yang kualitas menengah ke bawah ini,” ungkapnya, Selasa (9/7).
Yaser mengungkapkan pembatasan impor Tiongkok berdampak besar pada permintaan batu bara dunia, terutama batu bara kalori rendah. Pada akhirnya, berdampak pada pembentukan harga. Seperti diketahui, Tiongkok merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia. "Sebagian besar ekspor kita ke Tiongkok. Dari ekspor kita, sebagian besar merupakan batu bara kalori rendah," ujarnya.
Ya, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim pada Mei 2019, negara tujuan utama ekspor nonmigas yang di dalamnya ada batu bara adalah Tiongkok dengan kontribusi sebesar USD 403,09 juta, disusul India sebesar USD 276,34 juta, dan Taiwan sebesar USD 114,65 juta. Peranan ketiga negara tersebut mencapai 63,32 persen.
Menurut Yaser, dampak penurunan harga pada setiap perusahaan berbeda-beda. Kinerja keuangan perusahaan yang menghasilkan batu bara kalori tinggi relatif lebih terjaga meski juga was-was. ”Paling terasa perusahaan yang menghasilkan batu bara ya kalori rendah. Mereka ketar-ketir. Di sisi lain, kebutuhan domestik belum menyerap banyak,” bebernya.
Dibeberkan Yaser, jatah 30 persen konsumsi domestik untuk PLN belum berjalan maksimal. Dibanding produksi, masih tersisa banyak. Jadi mau tak mau ekspor menjadi tujuan utama. “Konsumsi domestik belum terlalu besar. PLN saja belum mampu menyerap semua. Kemudian, harga dari PLN sangat rendah. Ketika naik, harganya tetap. Sedangkan ketika turun bisa saja lebih besar. Plus-nya harga flat dan tetap. Jadi bagus untuk jangka panjang. Cuma ya serapannya belum maksimal,” bebernya.
Menurutnya, ancaman penurunan harga ini tentu bakal berimbas ke Kaltim. Mengingat sampai saat ini ketergantungan terhadap batu bara cukup besar. Sampai saat ini, belum ada sektor baru yang bisa menjadi sumber pendapatan atau yang bisa menopang ekonomi daerah. Ia menyebutkan, jika demikian, kejadian lesu ekonomi daerah bisa saja terulang seperti di 2014 dan 2015.
“Dunia sudah memikirkan energi terbarukan. Sudah saatnya kita juga memulai. Manfaatkan tenaga air atau matahari. Jangan energi fosil. Saat ini memang masih mendominasi,” terangnya. Ia berharap, ada energi terbarukan yang dikembangkan di Kaltim ini. Seperti di Kaltara sudah memanfaatkan tenaga air untuk pembangkit. “Memang investasi di awal pasti mahal. Tapi jika sudah berkembang makin lama tentu akan makin murah,” tandasnya. (aji/ndu)