Penjualan terakhir BBM hanya di SPBU. Bukan di tempat lain. Maraknya pengetap yang mengantre di SPBU lalu menjual kembali BBM membuat implementasi kebijakan itu dipertanyakan. Ke mana aparat yang seharusnya menindak?
SAMARINDA-Sejak 2014, kuota BBM subsidi jenis solar dan Pertalite diusulkan masing-masing pemerintah kabupaten/kota kepada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas). Membuat pemprov tak lagi ikut campur dalam penentuannya. Hal itu disampaikan Analis Kebijakan Ahli Muda Bidang Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Dinas ESDM Kaltim, Syamsuddin, kepada Kaltim Post, Rabu (8/11).
Dia menerangkan, kendati kabupaten/kota mengusulkan, namun jumlah kuota tahunan tetap ditentukan. Menyesuaikan dengan keuangan negara. Sehingga, jatah untuk daerah tiap tahun bisa saja berbeda dari yang diusulkan dan turun. Bukan sebaliknya, lebih dari yang diusulkan. "Kelangkaan itu karena banyaknya pengetap. Sebenarnya, yang paling penting itu bagaimana pengetap itu ditindak. Kan ada dua kemungkinan, bisa mereka (SPBU) sengaja melayani pengetap. Atau bisa juga mungkin bosnya tidak tahu, tapi yang bagian pekerjanya curi-curi," ungkapnya menjawab antrean di sejumlah SPBU di Kaltim akhir-akhir ini.
Syamsuddin menuturkan, sebelum 2014, ketika pemprov terlibat menyusun kuota BBM serta mendata jumlah kendaraan, sudah punya hitung-hitungan. “Ada rumusnya dan semua provinsi sudah ditentukan. Biasanya tiap tahun itu menurun. Karena prinsipnya, pemerintah tidak memberikan sesuai permintaan, tapi (kemampuan) keuangan negara. Saat ini, biasanya bagian ekonomi yang mengundang beberapa kabupaten kota, untuk rapat menentukan soal kuota," imbuhnya.
Menurutnya, solusi yang paling tepat saat ini adalah, peran aparat penegak hukum (APH) melakukan penindakan. Pasalnya, ESDM Kaltim, tidak berwenang melakukan penindakan. Namun demikian, Syamsuddin menyebut, pihaknya tetap turun ke lapangan. "Berdasarkan pengalaman kami dari pemantauan, misalnya ada ribut-ribut kan kami biasanya turun ke lapangan. Jadi, memang pengetap yang paling banyak," sesalnya.
Dia mencontohkan, perhitungan sederhana harga solar subsidi Rp 6.800 per liter, solar industri atau Dexlite Rp 16.950 per liter. Sementara, sekali membeli di SPBU, pengetap bisa mendapat 100 liter BBM subsidi. "Coba kalau dijual di industri Rp 12.000 saja, itu cepat laku. Sekali mengetap untung Rp 500 ribu lebih. Itu fakta kami (dari) wawancara di Bontang. Sehingga, daripada mereka mengangkut barang, lebih untung mengetap, dan logikanya solar perusahaan tambang ilegal itu dari mana?" tuturnya.
Syamsuddin menerangkan, BBM subsidi sebenarnya diperuntukkan untuk masyarakat miskin. Yang paling diutamakan, angkutan barang dan orang agar inflasi tetap terjaga. Sementara, mobil pribadi bukan prioritas. "Kalaupun ditemukan pelanggaran yang dilakukan SPBU, kami tak bisa memberikan sanksi. Hanya sebatas bersurat menyampaikan temuan ke BPH Migas. Jangankan diberikan sanksi karena sudah melakukan pelanggaran, justru terkadang tidak ditanggapi," katanya.
Sementara itu, dari pantauan Kaltim Post kemarin, antrean di sejumlah SPBU di Samarinda masih dipenuhi pengendara mobil dan motor yang berburu BBM subsidi. Muslimin, salah seorang pengendara motor yang mengantre di salah satu SPBU di Jalan Juanda, mengatakan, BBM jenis Pertalite cukup sulit ditemukan. Bahkan, beberapa SPBU di Samarinda menutup stasiunnya lebih cepat karena tak memiliki kuota BBM. "Sudah seminggu sulit, harus antre lama karena tidak semua SPBU ada BBM. Jadi, antrean numpuk di satu tempat sehingga agak panjang dari biasanya," katanya.
Sebelumnya, Area Manager Communication Relation and CSR Pertamina Patra Niaga Kalimantan Arya Yusa Dwicandra mengatakan, ulah pengetap yang menjual kembali BBM subsidi merupakan bentuk pelanggaran sesuai Perpres 191/2014. “Penjualan terakhir BBM hanya di SPBU, atau sekarang ada Pertashop,” ungkapnya. Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Setkot Balikpapan Sri Hartini Anugraha mengungkapkan, dirinya telah menanyakan fenomena antrean panjang BBM di SPBU sejak sebulan terakhir ini. Namun, sambung dia, hanya mendapat jawaban, jika tidak ada pengurangan pasokan dari Pertamina ke SPBU. “Ini yang saya tanyakan ke koordinator BBM dari Pertamina tadi pagi (kemarin). Kok banyak antrean di SPBU-SPBU. Apakah ada pengurangan pasokan BBM ke SPBU? Jawabannya ‘enggak ada pengurangan pasokan ke SPBU,” katanya.
Menurutnya, Pertamina selaku penyalur BBM masih belum menginformasikan penyebab pasti antrean ini. Khususnya, kendaraan yang menggunakan BBM jenis Pertalite. Perempuan yang akrab disapa Titin ini kemudian menegaskan, jika tidak ada kebijakan pembatasan pembelian Pertalite yang dikeluarkan Pemkot Balikpapan. “Enggak ada. Pemkot (Pemkot Balikpapan) enggak pernah mengatur pembatasan pembelian Pertalite. Justru, saya minta evaluasi di SPBU oleh pihak Pertamina. Kenapa sampai banyak antrean. Dan saya belum dapat info dari Pertamina juga,” ungkapnya. (riz/k15)
ASEP SAIFI
asepsaifi