Pemerintah mengumbar jika pembangunan IKN akan banyak melibatkan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU. Namun sejauh ini, belum tampak realisasinya. Membuat DPR khawatir, IKN menambah beban APBN.
BALIKPAPAN-Ongkos pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara (KIPP IKN) di Kaltim yang bersumber dari APBN, akan dialokasikan lagi pada tahun ini. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan anggaran sebesar Rp 40,6 triliun. Uang negara yang dikucurkan pada 2024, meningkat hampir dua kali lipat dari alokasi tahun sebelumnya.
Sehingga total alokasi anggaran IKN dari 2022 hingga 2024 sebesar Rp 72,8 triliun. Pada 2022, APBN yang mengucur ke proyek IKN sebesar Rp 5,5 triliun. Setahun kemudian, meningkat menjadi Rp 26,7 triliun. Jika diakumulasikan, APBN yang dialokasikan untuk membangun infrastruktur dasar di ibu kota negara baru sejauh ini mencapai Rp 72,8 triliun. Pemerintah sebelumnya menetapkan skema pembiayaan pembangunan IKN yang bersumber dari APBN sebesar Rp 89,4 triliun.
Dengan demikian, APBN yang akan digunakan untuk membangun IKN sampai akhir tahun ini sudah mencapai 81,5 persen. “Kalau kita lihat dari tahun 2022, kita sudah belanja Rp 5,5 triliun untuk IKN. Tahun 2023 itu naik cukup besar Rp 26,7 triliun. Tahun ini lebih besar, Rp 40,6 triliun. Ini terutama untuk basic infrastruktur sampai kemudian IKN-nya bisa terbangun,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat Konferensi Pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023, Selasa (2/1).
Anggaran pembangunan IKN pada 2023, lanjut Sri Mulyani, terbagi dua klaster. Klaster pertama, atau klaster infrastruktur, terealisasi sebesar Rp 23,8 triliun dari pagu APBN 2023 senilai Rp 24,3 triliun. Anggaran itu untuk pembangunan istana negara, KIPP, serta kawasan permukiman (pembangunan tower rusun ASN dan TNI-Polri), pembangunan jalan tol, duplikasi Jembatan Pulau Balang Bentang Pendek, pembangunan Bendungan Sepaku Semoi, penanganan Banjir Sungai Sepaku, dan pengendalian banjir DAS Sungai Sanggai, Pamaluan, Saluang, dan Tengin.
Sementara klaster kedua adalah non-infrastruktur dengan realisasi sebesar Rp 2,9 triliun dari pagu Rp 3,0 triliun. Klaster tersebut terkait dengan koordinasi dan penyiapan pemindahan, perencanaan pemindahan ke IKN, rekomendasi kebijakan pada kementerian dan lembaga, kegiatan pemetaan, pemantauan dan evaluasi, dukungan pengamanan Polri, dan operasional Otorita IKN. Pada bagian lain, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengingatkan pemerintah bahwa pembangunan IKN seharusnya memiliki pendanaan yang seimbang antara APBN, perjanjian Kerja Badan Usaha (KPBU), dan investasi swasta.
Menurutnya, penggunaan APBN untuk pembangunan IKN hingga akhir 2024 mencapai 16,1 persen dari total anggaran. “Inilah yang saya khawatirkan sejak lama, kurang minatnya pihak swasta pada pembangunan IKN pada akhirnya meletakkan APBN sebagai sumber pendanaan utama. IKN baru tiga tahun sejak diundangkan, (tapi) rencana penggunaan anggaran dari APBN sudah mencapai 16,1 persen, padahal ini proyek jangka panjang. Sebaiknya pemerintah harus memiliki rencana aksi yang berjangka panjang, tahap setahap, dengan pendanaan yang berimbang antara APBN, KPBU, dan swasta,” kata Said dalam keterangan resminya.
Said menjelaskan, secara umum, pendanaan IKN bersumber dari tiga pihak. Pertama, dari APBN. Kedua, berasal dari pemanfaatan dan atau pemindahtanganan barang milik negara (BMN). Adapun yang ketiga berasal dari investasi swasta. “Terkait hal ini, sejauh yang sama pahami selaku ketua Badan Anggaran di DPR, bahwa direncanakan pendanaan IKN bersumber dari APBN dan sumber lainnya yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN,” jelas politikus PDI Perjuangan ini. Lanjut dia, investasi sektor swasta yang nilainya sebesar Rp 45 triliun, masih berupa letter of intent (LoI) alias sebatas pernyataan komitmen.
“Yang belum mewujud dalam aksi investasi yang belum sebesar yang diberitakan,” sebutnya. Dari hasil pengamatannya, Said merasa belum ada realisasi konkret, khususnya dari BMN dalam pembangunan IKN sebagaimana yang diperbolehkan oleh undang-undang. Berkaca dari hal itu, dia mengaku khawatir apabila skema KPBU tak berjalan dengan baik maka justru menambah beban APBN. (kip/riz2/k8)