PENAJAM-Data penderita Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Penajam Paser Utara (PPU) menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan sejak 2021. Kondisi ini menjadi sorotan dan perhatian dari berbagai pihak.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan PPU, kemarin, tercatat 74 kasus HIV/AIDS baru pada 2021. Angka ini sempat turun jadi 47 kasus pada 2022, dan meningkat drastis pada 2023 sebanyak 81 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan PPU dr Jansje Grace Makisurat kepada media ini kemarin mengungkapkan keprihatinannya atas peningkatan kasus yang signifikan ini. "Kenaikan angka penderita HIV/AIDS ini cukup mengkhawatirkan. Kami terus berupaya melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan," ujarnya.
Dirunut kasus per kecamatan di daerah ini, kata dia, memang fluktuatif. Data penderita HIV/AIDS di masing-masing kecamatan pada 2021 yaitu Kecamatan Penajam 37 kasus, Kecamatan Waru 7 kasus, Kecamatan Babulu 15 kasus, Kecamatan Sepaku 15 kasus. Kemudian, pada 2022 penderita penyakit yang sama di Kecamatan Penajam 23 kasus, Kecamatan Waru 6 kasus, Kecamatan Babulu 7 kasus, Kecamatan Sepaku 11 kasus.
Grace Jansje Makisurat mengatakan, meski sudah sempat melandai pada 2022, ternyata angka penderita HIV/AIDS di PPU naik drastis pada 2023 sebanyak 81 kasus. Yaitu, Kecamatan Penajam 42 kasus, Kecamatan Waru 13 kasus, Kecamatan Babulu 15 kasus, Kecamatan Sepaku 8 kasus, dan ada tambahan luar wilayah tiga kasus.
"Kasus-kasus yang tercatat ini di luar yang meninggal dunia," jelasnya.
Diungkapkannya pula, beberapa faktor diduga menjadi penyebab peningkatan kasus HIV/AIDS di PPU, di antaranya, adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang HIV/AIDS. Masih banyak masyarakat yang belum memahami dengan baik bagaimana penularan HIV/AIDS terjadi, sehingga mereka abai terhadap perilaku berisiko. Berikutnya adalah keterbatasan akses informasi dan layanan kesehatan. Kurangnya akses informasi dan layanan kesehatan terkait HIV/AIDS, khususnya di daerah pelosok, membuat masyarakat sulit mendapatkan pengetahuan dan pengobatan yang dibutuhkan.
"Stigma dan diskriminasi juga menjadi pengaruh tersendiri. Stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS masih marak terjadi di masyarakat. Hal ini menyebabkan penderita enggan memeriksakan diri dan mengakses pengobatan, sehingga penyebaran virus HIV semakin sulit dikendalikan," tuturnya. Dia berharap ada kerja sama dengan semua pihak, yang diharapkan angka penderita HIV/AIDS di PPU dapat ditekan dan kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan. "Mari bersama-sama melawan HIV/AIDS dengan meningkatkan kesadaran, melakukan pencegahan, dan memberikan dukungan kepada para penderita," tegasnya. (far)
ARI ARIEF