PROKAL.CO, SAMARINDA – Persidangan kasus penembakan di kota Samarinda menewaskan pria inisial DIP 35 tahun di Pengadilan Negeri Samarinda, menjadi perhatian publik. Kuasa hukum keluarga korban menilai bahwa fakta-fakta yang muncul selama proses persidangan mengarah kuat pada dugaan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP.
Hingga kini, sebanyak 10 saksi telah memberikan keterangan di hadapan majelis hakim. Dari keterangan tersebut, kuasa hukum keluarga korban DIP meyakini unsur perencanaan sudah tampak jelas.
“Walaupun seluruh saksi belum dihadirkan, keterangan 10 saksi yang sudah diperiksa sangat mengindikasikan bahwa Pasal 340 KUHP adalah pasal yang paling tepat untuk diterapkan. Tentu kita tetap menunggu fakta tambahan pada persidangan berikutnya,” ujar kuasa hukum keluarga korban, Andi Renaldy Saputra di Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu 19 November 2025.
Persidangan kali ini, kembali hadirkan 10 terdakwa kasus penembakan DIP yaitu Julfian alias Ijul (eksekutor), Rohim alias Kohim (aktor intelektual), Fatur alias Fatuy (pengawas), Anwar, Abdul Gafar alias Sugeng, Satar, Wiwin, Arile alias Aril, Kurniawan alias Wawan, dan Andi Lau.
Dari persidangan yang berjalan, kuasa hukum Andi Renaldy juga menyoroti keberadaan oknum anggota Brimob berinisial D yang disebut terlibat dalam proses jual beli senjata api yang digunakan dalam aksi penembakan tersebut. Ia menegaskan bahwa aparat penegak hukum tidak memerlukan laporan khusus untuk memproses oknum tersebut.
“Fakta persidangan sangat jelas menunjukkan adanya percakapan dan transaksi. Oknum Brimob ini sudah 24 tahun mengabdi, terikat kode etik, dan seharusnya menjaga kepatuhan hukum. Jika masyarakat sipil bisa diproses karena membeli senjata ilegal, tidak ada alasan untuk tidak menindak aparat yang melakukan hal serupa,” tegasnya.
Kuasa hukum mendesak jaksa penuntut umum bertindak tegas dan profesional dalam menindaklanjuti temuan tersebut serta mempertimbangkan catatan majelis hakim mengenai peran oknum tersebut.
Andi Renaldy juga menegaskan bahwa fakta yang muncul di persidangan menunjukkan tidak adanya unsur spontanitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP dalam kasus penembakan.
“Kita melihat adanya percakapan, jeda waktu, dan ketenangan sebelum peristiwa terjadi. Itu bukan spontanitas. Unsur perencanaan yang disyaratkan Pasal 340 justru tampak jelas dari rangkaian peristiwa yang terungkap di pengadilan,” ujarnya.
Kasus ini berawal dari peristiwa penembakan yang terjadi di depan salah satu tempat hiburan malam di Jalan Imam Bonjol, Samarinda, pada Minggu (4/5/2025) sekitar pukul 04.00 WITA. Korban DIP ditembak saat hendak masuk ke mobil usai menjemput istrinya.
DIP mengalami luka tembak di dada, perut kanan, dan punggung akibat beberapa kali tembakan yang dilepaskan pelaku. Tim gabungan Polres Samarinda dan Polda Kalimantan Timur bergerak cepat dan berhasil mengungkap kasus tersebut. Total sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka, masing-masing berperan sebagai pengawas, eksekutor, hingga pihak yang terlibat dalam perencanaan. (*)