SAMARINDA – Suasana tegang dan penuh emosi mewarnai halaman Polresta Samarinda pada Minggu (30/11/2025) malam. Puluhan peserta arisan, didominasi oleh kaum ibu, menyerbu kantor polisi untuk menuntut pertanggungjawaban atas dugaan arisan fiktif yang telah berjalan sejak 2020. Mereka datang membawa bukti transfer dan luapan rasa kecewa atas dana yang macet.
Arisan yang awalnya berjalan mulus ini mendadak tersendat sejak pertengahan tahun 2025. Pembayaran macet dan laporan progres dari pengelola menghilang, memicu gelombang protes keras yang kini berujung pada laporan hukum. Kasus ini diperkirakan menyeret ratusan warga sebagai korban.
Owner Akui Bertanggung Jawab, Tawarkan Cicilan
Di tengah tekanan yang memuncak, pihak owner akhirnya buka suara melalui kuasa hukumnya, Hilarius Onesimus Moan Jong. Ia membantah anggapan kliennya berniat melarikan diri dan menegaskan komitmen untuk bertanggung jawab.
“Klien kami tetap bertanggung jawab. Besok kami akan mulai inventarisasi aset untuk mengetahui apa saja yang bisa digunakan untuk pembayaran. Skema cicilan sudah kami siapkan,” ujar Hilarius.
Namun, kemampuan bayar yang disodorkan jauh panggang dari api. Hilarius menyebut, kemampuan bayar owner saat ini hanya sekitar Rp15 juta per bulan, yang akan dibagi secara proporsional kepada seluruh peserta. Ia juga memastikan kegiatan arisan akan dihentikan dan fokus beralih sepenuhnya pada penyelesaian kerugian member.
Kerugian Puluhan Miliar, Korban Tuntut Bukti Tertulis
Hilarius memperkirakan total dana yang pernah berputar di arisan tersebut mencapai Rp7 miliar. Namun, nilai kerugian yang macet ditengarai bisa menyentuh angka fantastis, yaitu Rp52 miliar. "Itu masih angka kasar, kami perlu data lengkap untuk memastikan,” tambahnya.
Di pihak korban, kuasa hukum Rizky Febryan menyebut jumlah korban yang terdata baru sebagian kecil, sekitar 10 orang dengan kerugian sementara Rp2 miliar. Namun, berdasarkan grup percakapan, jumlah peserta arisan dapat mencapai 300 hingga 450 orang.
"Total kerugian bisa puluhan miliar,” ungkap Rizky. Ia menekankan bahwa para korban tidak hanya butuh janji lisan, melainkan "hitam di atas putih" mengenai mekanisme pengembalian dana. Pertemuan lanjutan akan digelar besok untuk menentukan pola recovery dana yang dianggap masuk akal oleh korban.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Samarinda AKP Agus Setyawan membenarkan kehadiran pihaknya di lokasi untuk mencegah situasi di lapangan semakin memanas dan menjaga ketertiban.
“Kami hadir untuk memediasi agar tidak muncul tindakan main hakim sendiri. Kesepakatan awal sudah ada, bahwa pihak owner bersedia mengembalikan dana. Tinggal menunggu pendataan yang lebih lengkap,” jelasnya. Agus menegaskan, jika kesepakatan nantinya tidak berjalan, jalur hukum tetap terbuka.
“Kalau mediasi gagal, laporan pidana tetap bisa diproses. Kami ingatkan semua pihak untuk tetap tertib dan mengikuti prosedur hukum,” pungkasnya. (kis)