Dokumen pernyataan mundur harus disampaikan lima hari usai penetapan, atau pada 27 September. Surat itu kemudian menjadi basis bagi KPU untuk mengubah surat keputusan terkait caleg terpilih.
"Tinggal menunggu partai, siapa yang diusulkan sebagai calon terpilih," imbuhnya. Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyentil
Hasyim untuk hati-hati dalam memberi pernyataan. Jangan sampai KPU menyampaikan sikap yang memicu polemik.
Sebab, sebagai pelaksana UU, tugas KPU melaksanakan ketentuan UU. "Kami juga kemarin sudah menegur," ujarnya.
Doli mengatakan, untuk menghindari polemik, norma dalam Peraturan KPU (PKPU) harus sejalan dengan ketentuan. Jika ada pihak-pihak yang berkeinginan berbeda, dia menilai ruang itu bisa diusulkan dalam revisi UU Pemilu ke depannya.
Ketua DKPP Heddy Lugito meminta penyusunan PKPU harus jelas. Dengan begitu, tidak memicu multitafsir.
Belajar dari pengalaman Pemilu 2024 lalu, ketidakjelasan memicu multitafsir yang bisa bermasalah. "Akhirnya berujung pada pengaduan ke DKPP," ujarnya. Selain regulasi, KPU harus membuat pedoman pelaksanaan yang mudah dipahami.
Sorotan Perludem
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, dibatalkannya rencana yang disusun KPU menjadi bukti bahwa ada tindakan yang bermasalah.
"Tidak sejalan dengan prinsip penyelenggaraan pemilu yang harus akuntabel, profesional, tertib, dan berkepastian hukum," ujarnya.
Apalagi, pernyataan Ketua KPU yang belum menjadi sikap resmi lembaga telah mengakibatkan kegaduhan dan keresahan di tengah masyarakat.
Baginya, itu masuk kategori melanggar kode etik. "Mestinya, KPU tidak melakukan tindakan yang memicu kontroversi, spekulasi, dan ketidakpastian hukum di tengah masyarakat," imbuhnya.
Sementara itu, DPR kemarin melakukan evaluasi pelaksanaan Pemilu 2024. Dalam kesempatan itu, mayoritas anggota sepakat diperlukannya revisi Undang-Undang Pemilu.
Berbagai persoalan disoroti. Mulai dari kecurangan, kelemahan sistem pemilu, hingga persoalan teknis coblosan.