• Senin, 22 Desember 2025

Menggantang Harap pada Politik Lokal

Photo Author
- Sabtu, 18 Juli 2020 | 10:41 WIB
Direktur Pusat Data, Analisi, Media, dan Masyarakat (PADMA) Institut, Budi ‘Dayak’ Kurniawan
Direktur Pusat Data, Analisi, Media, dan Masyarakat (PADMA) Institut, Budi ‘Dayak’ Kurniawan

Dua hari di tengah Juli 2020 ini menjadi waktu yang penting bagi Partai Golkar Kalsel. Selama dua hari Musda X berlangsung. Selain berlangsung dalam kondisi pandemi Covid-19, musda kali ini memiliki nilai strategis, terutama bagi partai. Di luar partai, tentu tak elok untuk meminggirkan kepentingan konstituen dan publik Kalsel. Karena dalam rentang waktu yang panjang, partai ini selalu menunjukkan penetrasi kuat terhadap konfigurasi berbagai sisi kehidupan di Banua.

=============================
Oleh: Budi ‘Dayak’ Kurniawan
Direktur Pusat Data, Analisi, Media, dan Masyarakat (PADMA) Institut
=============================

Pasca Orde Baru tumbang pada 1998, Golkar di tingkat nasional berjuang sangat keras. Selain untuk menyelamatkan partai dari gelombang reformasi –pada 1998 misalnya, gerakan menuntut pembubaran partai berlangsung--, Golkar juga harus mengembalikan dominasinya di pentas politik nasional. Partai yang dilahirkan militer –bernama Sekber Golkar dan lahir pada 1964-- untuk melawan pengaruh Partai Komunis Indonesia itu sempat kehilangan kekuatannya kala reformasi terjadi. Patron utama partai yang berhulu pada kekuatan Soeharto sebagai presiden, ABRI, dan briokrasi.

Sesuatu yang sangat berbeda ketika Sekber Golkar berubah menjadi partai politik –uniknya, pada tataran bahasa politik, Golkar di masa Orba tak menggunakan istilah partai seperti partai-partai politik lainnya. Melalui berbagai strategi politik untuk mengikis kekuatan pendukung Soekarno, Golkar menang mudah.
Pasca kemenangan itu, Golkar kian mudah “mengatur’ infrastruktur dan suprastruktur politik. Jalur ABG (ABRI – Golkar – Birokrasi) menunjukkan penetrasi kuat dalam sistem politik Indonesia. Pemilihan kepala daerah, juga Presiden dan Wakil Presiden di zaman Orba yang melalui lembaga legislatif selalu ditentukan tiga jalur itu.

Rapi dan kuatnya instrumen politik seiring menguatnya kekuasaan Soeharto dan Orba, membuat Golkar kembali menang mudah di lima Pemilu. Apalagi kebijakan fusi partai politik yang dilakukan Orba membuat konstalasi dan kontestasi politik berlangsung “sederhana”. Pengaruh budaya Jawa dalam politik Indonesia juga kian kuat.

Pada era Orba, untuk bicara tentang pergantian kekuasaan (suksesi) saja dianggap tabu. Lembaga legislatif di era Orba juga hanya menjadi semacam stempel bagi berbagai kebijakan pemerintah. Suara oposisi diminimalisir dengan berbagai cara. Monoloyalitas diterapkan pada seluruh pengawai negeri sipil. Komposisi anggota legislatif juga “didesain” sedemikian rupa, misalnya ada Fraksi TNI/Polri, Utusan Daerah, Utusan Golongan, yang hampir seluruhnya bermuara pada penguatan, pemertahanan, dan perluasan kekuasaan Orba.

Dominasi panjang Golkar berakhir pada Pemilu 1999. PDI Perjuangan yang di masa Orba menjadi “pesakitan politik” memenangi pemilu. Golkar yang berubah nama menjadi Partai Golkar menduduki peringkat kedua dengan perolehan 23.741.758 suara atau 22,44% dari suara sah. Sekilas Partai Golkar mendapat peningkatan 738.999 suara, tetapi dari prosentase turun sebanyak 0,86 persen. Namun, tak perlu waktu lama untuk Golkar kembali memenangkan Pemilu. Pada 2004, partai berlambang pohon beringin ini meraih 24.480.757 suara atau 21,58 persen dari keseluruhan suara sah.

Namun, perubahan politik yang berlangsung cepat membuat Golkar tak selalu jadi pemenang pemilu. Pada Pileg 2019 misalnya, PDI Perjuangan kembali memenangkan kontestasi (19.33 persen). Golkar meraih (12,31 persen), Gerindra(12,57 persen), NasDem (9,05 persen), PKB (9,69 persen), Demokrat (7,77 persen), PKS (8,21 persen), PAN (6,84 persen), dan PPP (4,52 persen). Lima partai lainnya tak memenuhi ambang batas suara.

***

Di tingkat lokal, Kalsel, walau kehilangan satu kursi (pada Pileg 2014, Golkar meraih 13 kursi) pada Pileg 2019 Golkar memang masih perkasa. Golkar meraih 12 dari 55 kursi di DPRD Kalsel. Untuk Dapil Kalsel 1 (Kota Banjarmasin), Golkar meraih satu kursi (Hj Dewi Damayanti Said). Dapil Kalsel 2 (Kabupaten Banjar), Golkar memperoleh dua kursi (H Rusli dan Syarifah Rugayah).Dapil Kalsel 3 (Barito Kuala), dua kursi (H Hasanuddin Murad dan Karlie Hanafi Kalianda). Dapil Kalsel 4 (Tapin, HSS, dan HST), Golkar kembali menempatkan dua perwakilan (Hj Hariyati dan Hj Hardiyanti).Dapil Kalsel 5 (HSU, Balangan, dan Tabalong), Golkar meraih dua kursi (H Supian HK dan H Syahrujani). Dapil Kalsel (Tanah Bumbu dan Kotabaru), dua kursi (Muhammad Yani Helmi dan H Burhanuddin). Dapil Kalsel 7 (Tanah Laut dan Banjarbaru), satu kursi (Troy Satria).

Keperkasaan itu tak merata terjadi pada beberapa kabupaten/kota. Di Banjarmasin misalnya, Golkar (enam kursi) dikalahkan PAN (sembilan kursi). Di Banjarbaru, Golkar (lima kursi) masih menang walau kalah satu kursi dengan Gerindra (enam kursi). Di HST, Golkar masih menang (delapan kursi). Di Kabupaten Banjar, Golkar masih mampu mengimbangi Gerindra (delapan kursi). Hal yang tak terlalu berbeda di kabupaten lain di Kalsel.

Menjelang Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020, hasil kerja seluruh elemen Partai Golkar di daerah yang turut membuat Golkar tetap perkasa di tingkat provinsi itu, seolah tak membuat pimpinan partai aman untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Berbagai “drama politik” juga “rebutan SK” terjadi pada beberapa sosok ketua-ketua Partai Golkar di kabupaten/kota di Kalsel.

Dari drama politik ini nampak ada semacam perebutan pengaruh, juga pertarungan berbagai faksi, sedang berlangsung dalam tubuh Golkar Kalsel. Loyalis HA Sulaiman HB yang sebagian besar sudah tak lagi mendominasi partai relatif tak lagi turut mewarnai jejak langkah partai seperti di masa lalu. Ini sesungguhnya adalah persoalan yang menjadi pekerjaan rumah besar partai untuk menyatukan dan memerlakukan kader-kadernya sesuai dengan jam terbang dan sumbangsih kepada partai selama ini.

Jika dalam Musda X hal ini tak menemukan jalan keluarnya, niscaya akan memengaruhi performa partai selanjutnya, terutama kala mengikuti Pilkada Serentak Desember 2020.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X